Bismillaahirrohmaanirrohim
Halo sobats. Selamat Malam nih. Rasa-rasanya catatan harian yang biasanya saya posting di blog sering muncul ya. Tapi, special di tulisan kali ini, saya ingin membagikan salahsatu kisah saya yang juga termasuk bagian dari parenting yang saya dapatkan sejak kecil. Sembari mengingat kembali, apa yang sudah saya alami, hadapi, dan dapatkan dari pembelajaran saya dulu yang akhirnya membentuk saya yang sekarang. Semoga sobats, dengan senang hati membacanya hingga akhir ya.
Jika flashback saat masih kecil dulu, rasanya saya menjalani hari-hari dengan senang, walaupun sedikit banyak bandelnya. Sampai ibu dan kakak saya geram mengetahui kenakalan saya kecil. Seperti misal: sudah sore hari waktunya siap-siap untuk berangkat mengaji tapi masih main ke rumah teman, kemudian saat pagi di hari libur saya sudah berada di rumah teman yang juga tetangga dekat rumah, di sana saya siap-siap untuk menonton kartun di hari libur. Tapi ternyata emak memarahi saya karena memang bukan saatnya main. Masih pagi. Belum bebersih rumah juga. Pernah menarik kursi milik kakak perempuan saya ketika dia akan sarapan sebelum berangkat kerja, karena meniru hal-hal di televisi. Hingga kenakalan-kenakalan lainnya.
baca juga : Air Doa Buatan Emak
Pernah merasa cemburu karena diperlakukan berbeda dengan kakak laki-laki saya, tapi hal tersebut hanya dari sisi kacamata saya kecil. Padahal di balik itu, Mas udah berjuang di usia yang masih remaja untuk keberlangsungan keluarga kami dan juga masa depannya. Bukan hanya Mas aja, Mbak atau kakak perempuan saya juga. Meski demikian, saya belum bisa melihat apa maksud emak bersikap beda terhadap saya dan Mas.
Dari didikan emak, mas, dan mbak, akhirnya membentuk kepribadian seorang anak perempuan yang telah kehilangan figur ayahnya ini. Yang pernah meratapi ketika ada acara santunan anak yatim, tapi dia berpikir kenapa dia tidak ada di posisi yang sama seperti anak kecil lain yang dielus sebagian rambut kepalanya. Dia hanya mempertanyakan keadaan yang tengah dialaminya, tapi hanya berhenti di angan-angan tanpa diucapkan pada orang terdekatnya.
Meski demikian, anak perempuan tanpa sosok ayah tersebut bersyukur. Tanpa peran ibu yang sekaligus menjadi kepala keluarga, kakak laki laki yang juga memberi figur seorang laki-laki dewasa di mata anak perempuan tersebut, pun kakak perempuan yang mengusahakan hal terbaik untuk keluarganya juga. Dia tidak akan bertindak lebih jauh lagi sekalipun tidak ada peran ayah yang sebenarnya tersebut.
baca juga : Rekomendasi Buku Parenting untuk Pola Asuh Orangtua dalam Mendidik Anak
Jika membaca beberapa dampak psikologis saat anak perempuan tidak mendapatkan figur seorang ayah, maka akan ada hal-hal yang akan terjadi. Seperti:
1. Dengan mencari figur ayah dari laki-laki dewasa saat sedang menjalin hubungan
2. Bisa dengan mudah terjerumus ke hal-hal yang kurang baik karena lingkungan
3. Kehilangan kepercayaan diri
4. Menganggap semua laki-laki sama (membuat kecewa dan tidak percaya)
5. Menimbulkan depresi
6. Dan lain sebagainya
Jika mengingat poin di atas memang ada hal yang hampir benar, namun alhamdulillah saya tidak sampai ke tahap yang mengkhawatirkan. Hanya saja perihal kehilangan kepercayaan diri masih sering menghinggapi sampai sekarang ini. Tapi beruntungnya lagi, saya berada di lingkungan yang membawa saya tidak sampai menuju ke hal-hal negatif sekalipun tanpa peran ayah. Karena:
1. Tinggal di lingkungan pesantren
Andaikan saya tidak berada di lingkungan yang agamis, bisa jadi tindakan dan tingkah laku saya kurang bisa dikontrol. Namun, karena sejak kecil sudah hidup berdampingan dengan santriwan dan santriwanti mbah, maka saya bisa banyak dijejali hal-hal positif. Tapi bukan berarti hal negatif juga tidak luput ya, pernah juga kok. Pas kecil sering banget. Hahaaaa, misal: nggak mau ngalah saat antrian mengaji.
2. Seorang ibu dan menggantikan peran ayah yang bekerja keras untuk anaknya
Beliau yang banyak berkorban waktu, merawat dan mengasuh 2 putri dan 1 putranya seorang diri. Karena 2 kakak perempuan lainnya sudah menikah. Jadi di rumah hanya 3 orang saja saat itu. Ibu banting tulang bekerja apapun yang bisa. Menjual hasil bumi yang bisa dijual di pasar. Tidak hanya itu, beliau sering banget tengah malam bangun untuk curhat terhadap pemilik alam dan seisinya.
3. Kakak perempuan yang tidak melanjutkan Pendidikan ke jenjang SMA untuk membantu perekonomian keluarga
Sosok kakak perempuan yang keras pada adik-adiknya, namun itu juga karena dia sayang dan demi kebaikan keduanya. Dia yang bekerja sekalipun penuh tekanan harus dilalui, supaya dapat membantu keuangan keluarga.
4. Kakak laki-laki yang masih sekolah di SMA tapi sekaligus bekerja sebagai karyawan sekolah
Mas yang menjadi figur seorang laki-laki yang baik itu seperti kakak lakiku satu ini. Sekalipun masih bersekolah di SMA, dia bisa merangkap menjadi Pembina pramuka, karyawan kantor sekolahnya. Hal itu memang karena kecerdasan dia dalam hal leadership. Bahkan dari dia, saya banyak belajar akan ilmu yang diperolehnya yang tentunya berguna hingga sekarang ini, seperti penggunaan komputer.
Berkat mereka, saya banyak berterima kasih dengan sosok mereka yang sangat berusaha keras membentuk saya sekarang, Walaupun tanpa peran ayah, saya bisa tetap menemukan rumah saya. Bersama mereka. Sekalipun ada saja liku-likunya, karena mental anak perempuan tanpa ayah sesekali akan diuji saat kondisi tertentu, maka merekalah akan menjadi tempat saya kembali.
baca juga : Simulasi Menjadi Orangtua dalam Sehari
Jadi, beruntunglah jika kalian memiliki kesempatan untuk mendapatkan peran dari sosok ayah maupun ibu, jika hanya mendapatkan salahsatu peran orang tua, its okay, kamu pasti bisa melaluinya. Yakinkan pada diri untuk bisa melangkah lebih baik.
Aahh.. sepertinya terlalu panjang ya postingannya. Maka dari itu, sebelum mencapai 1000 kata, saya ingin mengakhiri tulisan dengan tema parenting malam ini. Semoga kamu yang membaca artikel ini mendapatkan manfaat dari sedikit perjalanan penulis saat masa lampau dulu. terima kasih sudah membaca dan berkunjung pada blog ini. Sampai jumpa pada artikel berikutnya.
~blessed
Khoirur Rohmah
Menganggap semua laki-laki sama atau ia berpikir tidak membutuhkan laki-laki itu bisa terjadi kalau tidak ada figur ayah dalam keluarganya. Memang penting untuk mencegah hal ini terjadi dengan menerapkan parenting yang lebih intensif. Terima kasih sharingnya!
BalasHapustulisan ini mengingatkan kembali pentingnya peran ayah dalam keluarga. pernah membaca di timeline, "ayah ada tapi tiada", jangan sampai hal ini terjadi pada anak2 kita. maksimalkan peran ayah di rumah, dekatkan ayah dengan anak2nya.
BalasHapusmemang, selain ibu peran ayah pun sangat penting dlm tumbuh kembang anak, itu sebabnya peran ini tetap harus terisi meskipun tanpa eksistensi seorang ayah di keluarga tsb. terima kasih sharingnya, mba..
BalasHapusPada akhirnya.. Kadang hidup memang terkesan engga adil ya ka tapi ya begitulah hidup, terkadang isinya bukan ttg semua hal yang kita inginkan. Dan dari situ kita diminta belajar. Kalau saya, Alhamdulillah hidup bersama kedua orang tua tapiii ada hal2 yg menurut saya kosong.
BalasHapusMemang idealnya ayah dan ibu harus kerja sama membesarkan anak ya mbak. Bapak jd kepala sekolah dan ibu yg jd gurunya. Ada kalanya bapak ada sosoknya tp ga guna juga krn ga mau terlibat klo yg ni mah sama juga dmapaknya ga baik buat anak ya. Alhamdbulilah dirimu meskipun kehilangan sosok ayah tp ibu bisa menggantikan dan dimelilingi orang2 baik ya
BalasHapussaya selalu kagum pada teman-teman yang hanya dibesarkan oleh salah satu ortunya saja atau dibesarkan oleh kakek neneknya namun mereka tumbuh menjadi anak yang ceria dan berprestasi.
BalasHapusBtw, Keren Mba dan Mas-nya. Gak semua orang diberi kebesaran hati seperti itu
Sosok ayah bagi anak perempuan memang sangat penting. Ya, karena dia cinta pertamanya. Namun, ya gitu. Ada takdirnya kehilangan ayahnya, membuat anak perempuan dipaksa tangguh dan dewasa sebelum waktunya. Kafang rasa minder dan susah bergaul juga kerap menghanpirinya. Dan ibunya, menkadi wanita yg luar biasa tangguhnya. Menahan rasa sakit, membesarkan anak seorang diri, dan lainnya.
BalasHapusMasyaAllah, salut bisa melewatinya dengan sabar dan pada akhirnya bisa menerima kenyataan yang ada dengan lapang dada.
BalasHapussehat-sehat ya Rohma juga Ibu dan keluarga :
memang kehadiran sosok ayah itu sangat penting ya, mbak bagi anak-anak kita. ironisnya sekarang ada juga keluarga yang meski ayahnya ada namun tidak menjalankan fungsinya dengan baik sebagaia ayah sehingga anak juga kehilangan figur ayahnya
BalasHapusMasyaallah, terima kasih sharingnya mbak Rohmah. Sangat menginspirasi karena tidak semua anak bisa tumbuh besar didampingi ayahnya. Ada juga anak-anak yang punya ayah tapi seperti tidak punya ayah. Alhamdulillah membaca cerita mbak Rohmah membuat saya bersyukur saya punya ayah dan jadinya pengen pulang trus peluk ayah saya
BalasHapus