Bismillaahirrohmaanirrohim
Halo sobats FR, apa kabar nih...
sepertinya bulan ini lagi kena syndrome malas bikin postingan. Padahal nih
ya kalau mau ditulisin tuh banyak banget ide yang harusnya dibagikan via rumah
maya aku ini. Salahsatunya terkait mental-mental sebelum memutuskan untuk
menikah, terkait persiapan menuju jenjang pernikahan. Selain dari psikologis,
hingga pasangan. Namun juga dari segi finansial.
Ngomongin soal judul yang aku pilih di
atas, hal itu juga nggak jauh-jauh dari persoalan keuangan sebelum nikah. Mengapa
demikian? Ketika menikah, dan kita bisa berjuang untuk acara sakral tersebut
sendiri, untuk perayaan tersebut. Tentu sebuah effort tersendiri dan ada
rasa bangga dalam mengapresiasi diri. Mengapa demikian? Iya bangga lah. Alhamdulillah
ternyata aku bisa loh, walau tertatih-tatih.
Apalagi kalau ditanya salahsatu keluarga suami
dengan pertanyaan, “Kemarin acara di sana pakai biaya siapa?,” lantas kamu
menjawab “Saya sendiri,” bangga nggak sih? Ahahhahaaa.
Nah, hal itu juga berkisahkan tentang
diriku sendiri. Dulu, sebulan dua bulan aku bekerja, kakak aku selalu
nyerewetin aku. “Kalau punya gaji, disimpen lah. Kalau perlu titipin ke aku,
tapi harus konsisten tiap bulan nominalnya sama, biar kamu ada tabungan
sewaktu-waktu ingin butuh beli ini, itu, hingga persiapan buat menikah nanti. Apalagi
kamu nggak bisa mengandalkan biaya dari emak. Karena emak nggak kerja, pun
bapak kamu juga nggak ngurus kamu,” kurang lebih seperti itu ucapan kakak nomor
3 yang meng-handle uangku.
Awalnya emang berat
asli berat banget. Jadi, di awal aku dapat gaji dari nominal 200ribu dan
meningkat tiap kelipatannya hingga stuck di 1.200 – 1.300 itu, baru aku
menabung dengan nominal 200.000 tiap bulannya. Tapi nggak nunggu dapat gaji
banyak ya. karena sebelum gaji di angka satu juta, aku udah ditagih uang
200.000 tiap bulan.
Alhasil, aku bisa beli laptop ya walau second.
Tapi seneng lah bisa punya laptop walau bekas tapi uangnya sendiri. Selain itu,
bisa membeli motor untuk bekerja, yang awalnya naik sepeda, bisa pakai motor
sendiri, lagi-lagi dengan uang tabungan sendiri untuk membelinya. Ya walau
motornya bukan baru, atau lagi-lagi bekas. Tapi motor yang aku beli ini motor
produk lama dengan kualitas mesin yang asli. Jadi, kalau dulu beli hanya
sekitar 3 jutaan, kalau sekarang dijual bisa jadi 5 jutaan. Karena orang-orang
cenderung suka motor produk lama dengan kualitas mesin asli dan bisa
dimodifikasi. Begitu.
Selain untuk kebutuhan itu, ada rasa
bangga sendiri juga tatkala beli HP dengan uang sendiri. Asli. Bisa punya
handphone pakai uang sendiri adalah perjuangan yang tak terelakkan. Meminang ZenfoneMax Pro M2 harus dengan mengumpulkan uang terlebih dahulu hingga berbulan-bulan
baru bisa punya.
Bahkan untuk biaya pernikahan pun berlaku
sistem keterpaksaan di awal tapi ujung-ujungnya bikin aku cengengesan. Hahahahaa.
Kayak gitu lah sistem dari menabung. Kalau kita nggak terbiasa emang berat
banget. Apalagi jatah tiap bulan mesti dikurang nominal yang sama untuk tabungan.
Tapi kalau nggak gitu mana bisa nabung. Apalagi ada yang dengan senang hati
kasih wejangan dan mau nyimpen uang kita.
Dalam hal tabung menabung uang ini, aku
sangat bersyukur dengan keterlibatan kakak nomor 3 aku yang dengan senang hati
menyimpan uangku dengan jumlah tertentu.
Udah nyerewetin aku, berkat dia dan suaminya, aku lebih berhati-hati saat dapat
rejeki berapapun untuk selalu kasihkan ke dia. Mengerem jajan atau konsumerisme
yang tak terhintung jika dibiarkan. Alhamdulillahh sekali akan hal itu.
Postingan ini saya tulis dalam rangka, berterima
kasih kepada kakak ketiga aku yang berjuang untuk adiknya dalam hal keuangan. Atau
bank uang aku pribadi, bahkan setelah nikah aku masih mengandalkan beliau. Semoga
setelah kuret akan ada janin yang dipercayakan kembali ke kakak aku. Semoga kembali
sehat, dan siap menghadapi hari kedepan nanti.
Bahwasanya, dibalik keterpaksaan suatu
hal tentu akan memiliki muara tersendiri. Seperti yang sudah aku bagikan dari
atas tersebut ya. Dari keterpaksaan menabung tiap bulan juga punya muara
berujung bahagia yang akhirnya bisa aku petik hikmahnya.
Semoga kamu yang sedang membaca artikel Dari Keterpaksaan dan Berakhir Bahagia ini terinspirasi juga ya. Atau kamu ada kisah yang sama denganku, feel frree
to drop your comments yah sobats. Terima kasih sudah singgah dan membaca
artikel ini. happy reading
~Blessed
Khoirur Rohmah
semangat terus ya nabungnya
BalasHapusKak Rahma keren sekali ikhtiar dan sabar dalam menabungnya, semoga berkah hasil seterusnya dan juga pernikahannya ya kak. Ikut seneng bacanya kalau baca mengenai sabar dan usaha gini, peluk jauh. Alhamdulillah juga kakak2nya saling membantu yaa :D
BalasHapusKalau punya uang sendiri buat beli sesuatu atau biayain sesuatu tuh emang lebih nyaman ya, Rohmah. Aku uang simpen sendiri sih dan gak cuma satu tempat. Nabungnya juga ada yang dalam bentuk barang. Siapa tahu butuh cepet nantinya
BalasHapuskurang lebih seperti blessing in disguise ya mbak, apalagi melakukan hal positif secara konsisten itu enggak akan sia-sia.
BalasHapusAlhamdulillah mendapat keluarga yang bisa saling support tanpa jasa. Keluarga memang gak ternilai.
BalasHapuspunya orang yang support tentu menyenangkan sekali. Beruntungnya punya kakak yang bisa menjadi bank tabungan pribadi ya kak hehehe. Salut kak dengan manajemen finansial kakak yang mampu menyimpan dengan baik sehingga bisa beli laptop, smartphone sampai motor sendiri. Membeli barang sesuai kebutuhan dan pemanfaatannya
BalasHapusAh jadi inget masa gadis dulu mbak, saat masih ngantor. Ngumpulin gaji juga buat beli laptop hehe :D
BalasHapusALhamdulillah ya seneng ada saudara yang peduli dan ngingetin buat nabung kek gtu, jdnya walau dah nikah ya tetep terbiasa gak foya2 :D
Sebenernya...
BalasHapusManusia itu bisa yaa...asal dipaksa oleh keadaan.
Pengin banget bisa nabung tanpa tapi. Selalu ujung-ujungnya, uang buat jajan lagi...belanja lagi...huhuu~
Memang sih ya kalo nabung itu, kudu sedikit dinpaksa. Apalagi kadang semangat bisa juga mengendur jadi harus kuat motivasinya terutama barang apa yg mau di beli
BalasHapusKadang untuk menabung itu memang harus dipaksa. Dan katanya lebih baik menabung di muka. Begitu gajian, langsung potong untuk tabungan. Bukan di akhir, menunggu sisa uang hihihi
BalasHapusBener banget,Mba. Walaupun barang second kalau beli oakai uang sendiri rasanya bangga dan terharu banget. Saya dulu gitu pas bisa beli motor.
BalasHapusTerkadang, kita harus sering menabung untuk kepentingan masa depan. Keren sekali kamu punya kakak yang mau membantumu untuk itu. Sukses juga ya buat rencanamu di masa depan! Tabik!
BalasHapusMenabung, sedikit demi sedikit lama lama jadi bukit. Dari receh yg kadang terselip, menjadi sejumlah uang yang cukup tuk belo benda idaman
BalasHapusDi mana ada kemauan, di situ ada jalan. Terpaksa atau sukarela, bukan hal yang penting, tapi tekad yang menentukan. Selamat Rohmah :)
BalasHapusMenarik sekali, perjuangan dalam bekerja dan menabung dianalogikan sebagai keterpaksaan :) tapi memang ya tidak ada hasil yang mengkhianati saat kita memperjuangkan sesuatu.
BalasHapusSaat mau punya motor saya juga juga harus menabung selama 1 tahun dulu, Alhamdulillah sukses beli motor secara tunai.