Bismillaahirrohmaanirrohim
...
Halo
temans... Alhamdulillah banget akhirnya malam ini bisa membayar postingan yang
sebelumnya belum saya posting. Huhuuuu. Merasa tanggung jawab banget untuk bisa
komit posting tulisan dalam 1 Minggu walaupun ini di Minggu terakhir sedikit
melempem kayak krupuk yang nggak lagi krues-krues. Hhahaa.. untung saja bisa
bangkit lah ya. Alhamdulillah banget pastinya.
Nah, di hari ke-23 ada tema tengan “Hal
yang disesali saat ini”, kalau mengingat tema ini saya jadi kembali pada
bulan September kemarin, gaes. hehehee. Masih dalam rentan waktu tahun 2018
lah, walaupun ada keterkaitan dengan tahun-tahun sebelumnya. Memangnya ada apa
sih ya? hehheee
Di sini saya tak ingin mengungkapkan hal yang
kelihatannya biasa-biasa aja untuk disesali, walaupun dampaknya besar banget. Seperti
contoh; tidur larut malam dan baru bisa sholat menjelang subuh, gegara begadang
atau saat tidur bilangnya nanti-nanti sampai sholat isya’nya terbengkalai. Itu salahsatunya.
Namun di sini saya hanya memberikan 1
penyesalan yang cukup membekas buat saya pribadi, yang meninggalkan hikmah dan
pelajaran tersendiri pastinya. Emang apa sih itu?
Penyesalan itu datang di akhir, kalau di awal namanya pendaftaran
Ada yang pernah dengar dengan slogan
tersebut? Kalau menurut kalian, benarkah? Dan sesuai dengan realitanya kah? Kalau
saya sih, iya. Nggak tau kalau Mas Anang. Heheheheee. Iya, penyesalan atau
hal-hal yang disesali itu pasti datangnya di akhir. Kita mana tahu sih kalau
langkah yang kita pilih tersebut malah mendapatkan penyesalan. Walau pun
mungkin kita sudah mengasumsikan tidak akan terjadi hal demikian. Tapi, karena
penyesalanlah, kita juga banyak belajar berbagai hal. Bener nggak? Heheheee
Mengabaikan Rasa Sakit
Dulu, sekitar tahun 2009 saat saya duduk
di bangku MTs setingkat dengan SMP, saat sedang dalam perjalanan ke sekolah
dengan mengendarai sepeda, saya mengalami kecelakaan di persawahan. Entah saya
lupa-lupa ingat bagaimana kronologinya, yang pasti saya jatuh tersungkur di
jalan raya, namun saya berusaha bangun dan tetap mengayuh sepeda hingga sampai
sekolah. Begitu hampir dekat dengan area sekolah, sepeda saya taruh di reparasi
sepeda dan motor, supaya saya saat pulang nanti mudah ketika mengayuhnya. Begitu
pikir saya.
Selama pelajaran, kaki tangan, dan sekujur
tubuh saya sakit sekali. Masih teringat jelas saat saya menaruh tangan kanan
saya di lantai sembari menyangga tubuh yang dalam posisi duduk, namun tangan
saya nggak kuat, terasa nyetrum banget, pokok nggak bisa dijelasin bagaimana rasanya.
Setelah sepulang sekolah, sesampainya di
rumah, saya hanya mengatakan kalau saya habis jatuh kecelakaan, tapi saya nggak
pulang ke rumah walaupun jarak rumah sama sekolah tuh lebih dekat sama jarak
kembali ke rumah, namun saya memilih untuk terus ke sekolah. Saya bilang ke
emak, dan berniat membawa saya ke dukun urut, tapi saya memaksa nggak papa
walau nggak dibawa ke dukun urut tersebut, yang mana horror banget dulu,
hehheee.
Dan karena kejadian tersebut, saya sangat
menyesalkan keputusan saya untuk tidak memeriksakan luka yang saya rasakan
waktu itu. Karena selama tahun-tahun setelah kejadian tersebut, kaki saya
sungguh sakit banget. Bahkan sampai sekarang.
Baca juga : Tragedi yang Pertama dan Terakhir
Baca juga : Ketika harus Trauma Sebentar atau Berkepanjangan
Karenanya, saat saya mengalami kecelakaan
seperti postingan di atas, saya sungguh menyesali keputusan sembrono yang
pernah saya lakukan tersebut. Mana kala saat kecelakaan sewaktu naik motor di
bulan September lalu, walaupun sulit, dan takut, saya beranikan diri untuk
dipijat apalagi bagian kaki. Tapi ini pijat khusus patah tulang, gaes. Karena
dikhawatirkan ada jemari kaki saya yang patah karena menabrak tersebut. Hheee. Selama
di dukun pijat tersebut, saya beneran dimarahin. “kok dulu nggak bilang-bilang
kalau habis jatuh?,”, “kok baru sekarang bilangnya,?”, “ini mana bisa
disembuhin, udah retak juga,” dan lain-lain pertanyaan yang sungguh menyayat
hati itu.
Iya... sungguh saya menyesali keputusan saya
dalam meremehkan sebuah kejadian. Hal yang saya kira akan tampak baik-baik
saja, malah membuat saya merasakan berbagai hal. Memberikan banyak pengalaman
hidup untuk saya, termasuk ditempa karena sebuah penyesalan.
Andai dulu saya bilang dan segera
diperiksakan. Mungkin kejadian kaki retak ini nggak akan terjadi. Andai waktu bisa diputar kembali. Saya juga
nggak akan tersiksa saat berlari kesana kemari, di saat saya memikirkan hal
tersebut yang ada hanyalah penyesalan dan tangisan air mata cinderella,
heheheee...
Karenanya, dari sebuah penyesalan saya
belajar arti hikmah dibaliknya. Hal tersebut membuat saya lebih aware
jika saya mengalami hal yang serupa namun beda konteksnya. Dan lagi tak ingin
mengabaikan hal-hal remeh apapun itu, daripada saya harus menanggung beban
berupa penyesalan di akhir kejadian.
Nah, itu dia kisah saya tentang halyang disesali saat ini yang mana saya dapatkan dari tidak mengabaikan
sebuah kesehatan atau sakit apapun itu bentuknya. Kalau kalian punya penyesalan
yang sama kah? Boleh deh drop anything your comments yah gaes. feel
free pokoknya, heheee
Semoga postingan ini bisa bermanfaat. Terima
kasih sudah membaca dan berkunjung. See you soon...
~Blessed
Khoirur Rohmah
#bloggerperempuan #BPN30dayChallenge2018
Duuh kalo ditanya penyesalan zaman dulu, kayaknya aku bakal banyaaak aja :p. Tapi ya sudahlaah yaa. Jdg dipikir, udh lwt juga toh. Ga bisa diapa2in lg. Yg bisa kita lakuin cuma, ambil pelajaran dr situ, supaya ga kejeblos di lubang sama 2x :D
BalasHapus