Bismillaahirrohmaanirrohim....
“Bukan politiknya yang masuk angin, tetapi cara berpolitiknya yang seperti orang yang masuk angin. Saya sering mendapatkan pasien di klinik dengan panjang x lebar menjelaskan keluhannya, kemudian mendiagnosa dirinya masuk angin.”
Penggalan kalimat pada sebuah artikel dengan judul “Politik
Masuk Angin” itu, ditulis oleh seorang dokter yang mengkaitkan antara
keadaan politik di Indonesia dengan pekerjaannya sebagai dokter, yang
salahsatunya memeriksa pasien. Hingga dia menyetarakan antara politik di
Indonesia dengan sebuah gejala yang tak asing seperti Masuk Angin.
Yah, saya menyetujui perihal artikel yang dibuat
dokter itu. Kadang kala, orang yang kembung, kepala pusing, nyeri, sesak napas,
eh, jluntrungnya mereka malah mendiagnosa sendiri jika itu tanda-tanda
terjadinya penyakit masuk angin.
Padahal sebenarnya, Masuk Angin itu bukanlah sebuah penyakit, melainkan Gejala
yang merupakan keluhan dari penyakit tertentu seperti influenza, dyspepsia
(penyakit maag). Tension type headache, dan lain-lain.[1]
Nah, kaitannya dengan politik di Indonesia saat ini,
apalagi terkait pilkada Jakarta yang tentunya sudah sangat fenomenal,
dan mungkin di berbagai harian kabar sering banyak diperbincangkan. Walaupun
saya bukan asli warga Jakarta, saya hanya menyimak saja keadaan dari bilik
handphone saya.
Back to the main topic.
Sebagai seorang dokter, tentunya dia pasti tidak
sembarangan menyetujui perihal pernyataan pasien itu. Dia tentu akan mencari
penyebabnya, lalu memberikan obat yang juga sesuai dengan keluhan si pasien.
Hal itu pun juga bersinggungan dengan keadaan
orang-orang yang memiliki pandangan politik layaknya si pasien masuk angin tersebut. Bahwasanya kita terlalu mudah dalam
menyalahkan orang lain tehadap permasalahan yang muncul tanpa mencari
penyebabnya terebih dahulu. Dan memang banyak sekali di Indonesia jenis pasien Masuk
Angin itu.
Terutama dalam kondisi Indonesia di musim Pilkada,
musim banjir, orang besar yang sering menjadi sasaran pasien Masuk Angin di Indonesia ini tertuju kepada sosok Bapak
Presiden kita, Bapak Joko Widodo, dan Gubernur Indonesia Pertahana yakni Bpk.
Basuki Tjahaya Purnama atau yang kerap dikenal dengan Ahok ini.
Harga cabai naik? Salah siapa? Pak Presiden. Jakarta
banjir, ane nggak jadi nikah, salah siapa? Ahok? Yah, cem itulah berbagai
kicauan dari pasien Masuk Angin. Bukannya lebih baik cari argumen yang
pas kenapa hal itu bisa terjadi, sekaligus mempelajarinya. Bukan saling
menyalahkan? Eits... ini bukan soal bela membela ya, ini soal pandangan saya
terkait politik yang ada di Indonesia, yang kadang cukup bikin otak saya ikut
pusing juga mikirin. Lah apa hubungannya dengan saya? Yah, meski nggak ikut
terjun langsung ke dunia politik, saya pun berharap jika Indonesia juga bebas
untuk damai dan tidak terjadi percekcokan atau mudah tersulut sama pemicu
hadirnya sebuah pertikaian.
“Namun, sudahkah kita sedikit mempelajari permasalahan sebelum langsung menuduh mereka? Atau bahkan kita yang menuduh tidak memiliki cukup argumen melawan mereka sehingga hanya bisa menuduh saja,” tutur sang dokter dalam artikel yang sama.
Nah, kalau ditilik dari dekat. Pemerintah
itu layaknya seorang dokter yang memeriksa pasien tadi. Mereka tau bagaimana
cara menanggulangi permasalahan yang ada di negeri ini. Seperti penanggulangan
banjir salahsatunya dengan mendirikan sebuah bangunan di tempat lain, untuk
para warga yang tinggal di bantaran sungai. Tapi, sudah jelas-jelas itu merupakan
usaha preventif supaya banjir tidak bergejolak setiap tahun, apalagi di kota
besar. Tapi sayangnya, si pasien enggan mendengarkan, atau malah tidak acuh,
dan tak mau tahu dengan hal itu.
Saya yang jadi orang desa aja
sangat menyayangkan sekali hal itu. Meski nggak ikut merasakan tinggal di
bantaran sungai, atau mungkin di wilayah tersebut memiliki kenangan yang
berkesan, setidaknya pasien juga mau mendukung setiap usaha yang dilakukan sang
dokter untuk kehidupan yang lebih baik. Dan bukan dengan menyalahkan, atau
mengkambing hitamkan segala sesuatu. Namun, dengan mencari penyebab suatu
masalah atau keadaan itu ada.
Cukuplah sudah untuk berpandangan seolah “Masuk Angin”. Angin gak punya salah. Kalau masuk angin gampang, tinggal bersiul saja, mengeluarkan angin sambil menikmati hidup.
Tulisan dalam artikel tersebut pun
di akhiri dengan sebuah quote yang amat menampol nih gaes. Oleh karenanya itu,
saya ikut membagikan isi tulisan tersebut dalam postingan ini. Walaupun dengan
penyampaan yang sedikit berbeda. Semoga tulisan Fenomena Politik “Masuk Angin” ini bermanfaat ya... trus jangan lupa tinggalkan
komentar kalian ya gaes…
Feel free to drop your comments ya
gaes…
Wringintelu, 25 Februari 2017
Khoirur Rohmah
Sumber Referensi : Qureta.com
Posting Komentar
Salam kenal, jangan lupa tinggalkan komentar kalian ya, supaya bisa berkunjung balik. Hhee. ^_^