Bismillaahirrohmanirrohim…
Sebagai
seorang gadis kecil dari 4 bersaudara, saya merupakan gadis yang kurang
beruntung bisa bersitatap dengan seorang ayah sejak kecil. Bahkan hal itu
bukanlah sebuah alasan pokok untukku tetap bisa tersenyum dan berjuang
menjalani hidup hingga saat ini.
Aku bisa
sekolah tanpa ayah, tapi berkat kerja keras dari kakak dan juga ibu yang jadi
orangtua tunggal. Sebuah fiqur perempuan tangguh di mataku. Aku yang kadang
sering banyak melukai hati dan perasaannnya, belajar banyak memahaminya yang
juga bersikap dingin, kasar, namun tetap perhatian dan memiliki jiwa kasih
sayang yang tinggi.
Sejak kecil,
memang aku tidak dibiasakan untuk hidup manja. Ada guratan kerja keras yang perlu
kulakukan untuk sbeuah perwujudan keinginan yang kuharapkan. Pingin itu, ya
harus gimana nyarinya dan usahanya bukan cuma berpangku tangan ataupun menunggu
orang lain turun tangan untuk membantu.
Hingga kini,
aku masih bisa berusaha menjadi perempuan tangguh versiku sendiri. Dan Ternyata
Aku Bisa jadi gadis yang mandiri yang tak dikenalkan dengan kata manja.
Layaknya artikel dari Trivia ID yang judulnya “Perempuan Tidak Boleh Selalu Manja, Ini Alasan Kamu Menjadi Perempuan Tangguh”
Mau manja
kepada siapa coba? Ayah? Kakak? Mereka pasti akan mencibirku jika aku udah
cukup dewasa, kenapa pakai acara manja-manjaan. Lagipula sejak kecil kan emang
aku juga nggak pernah dibekali dengan dunia kemanjaan. Kadang mau manja aja
susah. Soalnya orang rumah serba dingin walaupun mereka care banget sama
aku. Dan lagi-lagi, mungkin kalau saja aku bisa manja sama Ma’e atau Kakak
Laki-lakiku, bisa-bisa aku keterusan untuk bergantung kepada oranglain. Tapi
sayangnya, aku belum punya kesempatan untuk manja-manja itu. Weheheheh… karena
aku berfikir aku bisa jika aku mau berusaha dan mencobanya.
Kadang, aku
iri juga lihat temen-temen bisa manja-manjaan kepada ayahnya. Malahan aku
pernah dulu menengarai seorang gadis yang umurnya tak terlalu jauh denganku,
namun kemanapun dia pergi, dia bareng sama ayahnya. Disitu… kadang saya merasa
iri, sedih dan trenyuh. Hehehe… karena emang aku belum punya kesempatan itu. So,
buat kamu yang punya ayah yang senantiasa masih bisa mendampingimu, kalian
harus bersyukur dan jangan berbuat hal-hal yang menyakiti beliau ya gaes…
hehehe…
Menjadi
perempuan mandiri yang tangguh itu keren loh. Stereotype dari masyarakat
yang mengatakan jika perempuan itu lebih dominan dengan perasaannya daripada
logika itu memang benar adanya dan sudah jadi kodrat dari-Nya. Namun demikian,
bukan lantas menjadikan aku perempuan itu tidak mandiri dan tetap mementingkan
perasaaan ketimbang logika, lalu bersikap seolah-olah harus manja supaya
mendapatkan perlindungan dari orang lain. Bukan!!! Malah aku harus bisa mecahin
dan mengendalikan hasratku untuk lebih rasionalis dalam berfikir dan bertindak.
Walaupun kadang aku juga masih sering menggunakan perasaan, tapi tetap saja
kutepis sih. Hehehe…
Aku kadang
berkaca pada cermin dan berdialog pada diriku sendiri yang kadang terlalu egois
dalam mementingkan perasaan ketimbang logika. Apalagi dalam hal cinta. Tapi
alhamdulillahnya lagi, aku saat ini masih terus berusaha mengendalikannya serta
membekali diriku sendiri dengan wawasan yang lebih, tentunya supaya aku cukup
kuat dan tidak banyak membebani orang lain. Kecuali aku sudah berusaha namun
belum menemukan titik terang, barulah aku meminta pertolongan mereka. Malahan
kadang aku paling sebel sih, kalau ada yang bilang, “aku nggak bisa”….. padahal
mencoba aja belum kok ya udah loyo hhehee…
Andai aja
hidup itu seperti di sinetron-sinetron atau seperti dunia pada film korea,
mungkin aku bisa aja ketemu Bapak dan minta beliau buat biayaain aku kuliah.
Ehhehh… habisnya, yang jadi nyusun scenario kan seorang sutradara yang tak lain
juga seorang manusia. Hhee… ini edisi menghayal sedikit. Hehehe….
Sejauh ini aku
cukup bangga menjadi permpuan mandiri di rumah dan tinggal berdua bersama Ma’e.
Melakukan pekerjaan yang biasanya dilakukan oleh seorang lelaki juga biasanya
aku atau Ma’e lakoni. Seperti saat hujan dan rumah bagian depan bocor. Mau
nggak mau, pulang dari tempat kerja aku harus benahi genteng. Daripada nunggu
kakak ipar yang belum tentu kapan pulangnya, lebih aku coba benahi terlebih
dahulu. Dan ternyata aku bisa. Nggak tega juga kalau harus Ma’s yang benahi
genteng sambil naik-naik kursi sama meja gitu. Hehehe…
aku dan kakak laki-lakiku |
Aku bersyukur
banget atas didikan orang rumah yang super keras membuatku dan membentukku
menjadi pribadi yang tidak selalu cengeng dan takut menghadapi kehidupan, bak
seorang perempuan tangguh versiku sendiri. Seperti contoh kecilnya, aku tak
ingin orang lain atau kerabat dekat tahu tentang kondisi ekonomiku. Kecuali aku
saja. Meski aku di rumah sama Ma’e. saat kesulitan mendera untuk bayar rekening
listrik, memperpanjang pajak tanah, apalagi saat pembayaran itu di akhir bulan,
aku nggak pernah kasih tau mereka darimana uang itu kudapat yang kadang aku
buka dari tabunganku sendiri. Padahal mereka sangat wanti-wanti untuk aku tidak
menggunakan tabungan itu. Tapi aku berjanji pada diri sendiri untuk mencari
tambahan lain demi ganti nilai tabungan itu.
Selain itu,
aku juga belajar dari pengalaman Ma’e yang kadang aku pelajari apabila
kondisinya hampir sama denganku. Namun dalam konteks yang berbeda. Mae, wanita
yang sudah cukup umur menopang ekonomi keluarga dengan menjual hasil bumi dari
perkebunan kami ke pasar. Bahkan aku maish inget ketika beliau menjual pon kayu
bayur demi membayar akta kelahiran milikku dan juga pelunasan biaya ujian akhir
madrasahku. *tear*
Menjadi
perempuan itu bukanlah sebuah pilihan. Sedangkan menjadi perempuan tangguh itu
adalah sebuah pilihan yang mana tidak ada madrasah atau sekolah yang
mempelajari ilmu tentang hal tersebut. Tapi kita sebagai perempuan harus bisa survive
dengan kondisi yang kita hadapi. Sedangkan manja, nangis, itu boleh-boleh dan
sah-sah aja. asalll… kita bisa lebih pintar dalam menata dan memposisikan diri
dalam keadaan itu.
Karena
sejatinya, sekalipun perempuan itu dikatakan tidak boleh manja, dan menjadi
perempuan tangguh, tetap akan ada sisi feminisme yang memang watak dasar
seorang perempuan. Dan kita juga tetap bisa manja kok, asal juga… tahu porsi
manjanya itu. Intinya pintar-pintar menempatkan diri lah. *sekalipun aku jarang
bisa manja, xoxoxoxoxo
Jangan
berpikir aku nggak manja ya. Aku kalau disuruh masukkan ayam ke kandang suka
jerit-jerit habisnya sulit kalo megangnya. Dan belum sanggup nangani ayam takut
kena patuk. Dan pernah sekali tapi belum berhasil kupegang lama. Hehhee…
padahal ayam itu salahsatu ternak milik Mae di rumah. Huehee… aku lebih berani
pedekate sama kambing ato sapi, kucing juga. Awalnya sih punya ternak sapi sama
kambing itu bikin ku mati gaya banget. Pulang sekolah ngurusi sapi, sorenya
ngerumput, itu sih pengalamanku dulu pas masih Mts sama Aliyah. Tapi untungnya
aku bisa menangani mereka. Malahan aku sampai curhat abis-abisan sama mereka.
Wkwkwkkw. Nggak kebayangkan kalau aku curhat sama sapi sambil bersihin tubuh
juga kotorannya. Huehe… jangan dibayanginlah… hihiii…
Oke gaes… jadi
kesimpulannya, kita tetap akan butuh orang lain kok, mau manja atau nggak manja
itu kembali pada pribadi masing-masing. Etapi, buat jadi perempuan tangguh itu,
asli kereennn euy… hehehe…
Ini adalah
tulisan sekaligus pengalaman nyataku sendiri hingga saat ini yang masih
berproses banget buat jadi sosok seorang perempuan tangguh. Tak ingin
berlarut-larut dengan kesedihan ataupun terpuruk dengan keadaan.
Mungkin itu
aja sedikit postingan tanggapan terkait artikel “Perempuan Tidak Boleh Selalu Manja, Ini Alasan Kamu Menjadi Perempuan Tangguh”
Kalau menurut
kamu, versi di mana kamu merasa menjadi pribadi atau perempuan tangguh itu
seperti apakah gaes? Pastinya beda-beda kan pendapatanya, iya kan. Hehe. Tetep feel
free banget banget komentarin tulisan ini supaya lebih semangat lagi buatku
nulis,. Hehehehe…
Karangduren, 31 Oktober 2016
Khoirur Rohmah
gadis tangguh itu menggemaskan loh...hehehe
BalasHapussebenarnya saya termasuk gadis yang manja Mba, tapi berhubung saya adalah anak sulung jadi saya dipaksa oleh keadaan untuk menjadi perempuan tangguh terlebih di depan adik-adik saya
BalasHapus