Without memory, there is no culture.Without memory, there would be no civilization, no society, no future.— Elie Wiesel
Bismillaahirrohmaanirrohim…
Dalam perjalanan hidup saya saat ini,
ada banyak berbagai macam kenangan yang masih sangat hangat dan sering tergiang
di pikiran saya. Ada yang pilu, ada juga yang sangat menyenangkan. Kesemuanya
sangat berarti untuk saya untuk bisa melangkah pada masa depan atau masa saat
ini. Momen berharga tak selalu memberi warna cerah di masa lalu, tapi ada juga
momen yang sangat menyedihkan namun memberi dampak yang baik untuk pelakunya di
masa mendatang. Seperti itulah momen berharga dan tak terlupakan bagi
saya.
Kali ini saya akan berbagi sebuah momen
yang saya alami baik itu yang sangat memilukan dan kerap kali menggelayuti saya
di tiap tahun, serta momen tak terlupakan yang memberi warna saya sebuah
pelajaran berharga. Simak terus tulisan ini ya, gaes…
Syndrome Tahunan di Tahun Ajaran Baru
Apa yang ada di benak teman-teman jikalau
mendengar “Tahun Ajaran Baru”? Pastinya masa itu identik dengan anak-anak yang
memasuki kelas di tingkat atas, ada yang baru masuk sekolah, ada yang lulus,
ada yang akan ospek, dan semacam itulah.
Momen hangat yang membekas pilu di ingatan
saya tentang “Tahun Ajaran Baru” itu ketika pada tahun 2013 saya mengikuti
program Bidikmisi, SNMPTN, serta SBMPTN sebelum akhirnya saya dinyatakan lulus sekolah,
bukan lulus ujian untuk memasuki PTN yang saya impikan tersebut.
Pada tes Bidikmisi, saya tidak lolos
begitu pula pada SNMPTN, nama saya tak juga muncul. Sehingga, mau tak mau saya
juga akan ikut tes jalur SBMPTN yang menjadi salahsatu jalan terakhir saya
supaya bisa mendapatkan beasiswa kuliah untuk memasuki PTN sesuai prodi yang
saya harapkan.
Sebelum mengikuti tes SBMPTN, saya sudah
dilarang keras oleh keluarga saya untuk mengikutinya. Alasannya karena
“beasiswa kuliah” emang tak 100% free, *iya masak ada sekolah pakai
gratis full, pastinya butuh hal-hal lain yang perlu dikeluarkan.
Sedangkan kakak lelaki saya sudah tidak mampu membiayai pendidikan saya ke
jenjang paling atas itu, karena dia sudah memiliki keluarga kecil yang perlu
diperhatikan dan dibiayai. Sehingga saya tidak tahu harus meminta perlindungan
kepada siapa untuk masalah biaya, apalagi Bapak juga tak tahu rimbanya, menemui
saya pun juga tak pernah. Saya sudah
yakinkan kepada keluarga termasuk Ibu dan kakak-kakak saya. Nyatanya mereka
tetap bersikukuh dengan pendirian mereka. Apalah daya saya gelisah begitu ujian
SBMPTN akan dilaksanakan ketika saya juga sudah mendapatkan panggilan kerja
dari tempat saya bekerja saat ini.
Sebelum ijazah keluar, saya telah
melamar pekerjaan dengan terpaksa
karena dorongan kakak perempuan saya di sebuah home industry yang sangat
terkenal di tempat tinggal saya. Ternyata gayung bersambut karena mereka juga
butuh seorang desain grafis untuk membuat buku dalam proyek percetakan buku
khusus taman kanak-kanak. Saya pun mengajukan lamaran pekerjaan ditemani kakak
saya. Selang beberapa minggu saya dikabari oleh salahsatu karyawan untuk masuk
kerja karena akan dites oleh pimpinan.
Jadi, ketika diawal-awal saya sudah
aktif bekerja di tempat bekerja saat ini, saya sering ijin ke pimpinan dalam
rangka mengurusi surat-surat sekolah seperti ijazah dan lain-lain. Selain itu,
saya juga mengurusi untuk bimbingan SBMPTN yang akan saya lakukan dalam
beberapa waktu dekat. Yah, saya mengikutinya secara diam-diam tanpa memberikan
penjelasan kepada pihak tempat saya bekerja, tapi keluarga saya tetap
mengetahuinya.
“Saya harap kamu tidak menjadikan pekerjaan ini sebagai batu loncatan,karena saya sudah pengalaman memiliki seorang karyawanyang juga menjadikan pekerjaan ini sebagai batu loncatan sajauntuk memanfaatkan waktu sebelum kuliah,”tukas pimpinan ketika saya dites
Meski sudah diancam demikian, saya tetap
keras kepala melanjutkan langkah saya mengikuti tes SBMPTN dengan dalih ijin
untuk ke sekolah selama dua hari. Pihak perusahaan memaklumi absen saya karena
masih masa percobaan, serta masih ada beberapa surat yang perlu diurus setelah
lulus sekolah. Sehingga, sepertinya mereka tak curiga dengan ijin saya untuk
absen dua hari atau absen untuk hal-hal lain baik dalam rangka uji tes SBMPTN.
Dengan memantapkan hati, saya dan
sahabat saya, Fiqi akhirnya berangkat ujian tes SBMPTN di Universitas Jember
sesuai lokasi ujian yang sudah saya dapatkan dari kartu tanda peserta SBMPTN.
Saat itu saya dan Fiqi kebetulan di tempatkan pada satu fakultas yang sama dan
juga kelas yang sama. Tapi sayangnya ketika sampai di lokasi yang sudah saya
ketahui sendiri baik dari tanya ke teman-teman, ternyata lokasi pertama yang
saya tuju salah. Seharusnya untuk Fakultas Tehnik berada di lokasi berbeda,
bukan satu tempat dengan PSSI. Yaelah… waktu sudah hampir mendekati alarm masuk
ujian. Setelah tanya ke pak satpam dan menunjukkan kartu tanda peserta, kami
diarahkan dan ditunjukan lokasi Fakultas Tehnik di manakah. Alhamdulillah kami
bisa sampai sebelum alarm berbunyi.
Pemandangan yang membuat saya cukup
memilukan itu ketika teman-teman lain memakai pakaian bebas untuk ujian pada
hari itu, saya dan Fiqi untuk hari pertama memakai seragam almamater sekolah.
Bahkan di fakultas tersebut hanya saya dan Fiqi seorang yang satu sekolah juga
memakai seragam sekolah. Ya Allah… seakan-akan kami ingin segera pulang dan
berganti pakaian non formal saja.
Alhamdulilahnya lagi, saya bisa bertemu
dengan salahsatu teman ketika kami sedang mengikuti ujian Fisika di SMA
Muhammadiyah 3 Jember, sehingga kami bisa saling menyapa meski tanpa berbincang
panjang lebar. Selain itu, saya juga bertemu dengan sahabat saya ketika MTs –
Yusia – yang tak lain juga teman sekelasnya Fiqi sewaktu duduk di bangku
Madrasah Ibtidaiyah. Sehingga kegalauan masalah pakaian cukup tertutupi dengan
ngobrol bareng Yusia tersebut.
Belajar dari hari pertama, untuk hari
keduanya saya dan Fiqi sepakat memakai pakaian bebas. Tak ingin lagi dilirik
teman-teman sekelas yang sangat nyentrik
baik itu perempuannya atau yang laki-lakinya. Tak ingin juga diperlakukan
semena-semena sampai-sampai tas kami juga nggak beraturan ketika keluar dari
ruang kelas tempat kami ujian.
Selepas ujian itu berakhir, saya merasa
lega. Setidaknya saya berusaha melakukan hal-hal supaya saya dapat mewujudkan
mimpi saya untuk kuliah. Saya pun tak lagi memikirkan bagaimana nantinya jika
saya diterima kuliah oleh PTN yang sudah saya pilih dan bagaimana pihak
perusahaan yang telah menerima saya. Terpenting satu kewajiban saya gugur untuk
melaksanakan tes SBMPTN. Alhamdulillah….
Saya pun melakukan aktifitas masuk kerja
seperti hari kemarin seperti sebelum melaksanakan ujian masuk kuliah itu.
Kendala yang saya alami selama bekerja adalah kekurangfasihan dalam menguasai dunia
seni grafis. Karena memang saya dulu belajar ektrakurikuler di bidang perakitan,
bukan desain grafis, Seperti kata pepatah yang sering bu guru saya
dengungkan “Joko Sembung bawa Golok” yang berarti “Nggak Nyambung”. Seperti
itulah ibaratnya.
Demi bisa menguasai seni grafis, sembari
berlatih, dan belajar dari teman di sana juga, sedikit demi sedikit saya pun bisa
menguasai secara perlahan. Meski dasar seni grafis untuk menggambar, belum saya
kuasai sepenuhnya hingga saat ini. Yah… saya gagal untuk menggambar.
Beberapa pekan kemudian, hasil ujian
SBMPTN akhirnya telah disiarkan dan bisa diakses melalui website yang
disediakan untuk dilihat hasilnya. Eng ing eng… berkat hasil doa yang tak
direstui, kalian pasti tahu jawabannya. Yah… saya belum berhasil mengikuti tes
SBMPTN tersebut. Sedih? Nangis? Pilu? Banget!!!
Tak mudah menghibur diri sendiri setelah
kejadian kegagalan saya tes SBMPTN itu, yang artinya, perlu waktu saya untuk
berdamai dengan keadaan tersebut. Tapi sayangnya, hingga saat ini, efek, serta syndrome
yang ditimbulkan dari kegagalan ujian Tes SBMPTN itu berdampak di tiap tahun,
bahkan lebih terasa hingga saat ini.
Kalian tahu, apakah dampaknya?
Ketika ada anak SMA yang kebetulah
mem-printkan kartu tanda peserta di perusahaan saya yang juga melayani berbagai
macam ATK ataupun print digital, ketika melihat isi datalembaran kertas terkait
kartu peserta itu, saya selalu, iya “Selalu” teringat dengan kejadian di
tahun 2013. Kalau sudah gitu, kadang saya sempat jatuh linangan air mata, tanpa
sepengetahuan teman saya yang lainnya. Dan entah kenapa setiap kali ada anak
yang nge-print kartu tanda peserta baik itu SBMPTN atau kartu tanda peserta
masuk kuliah, saya tahu dengan sendirinya. Paling sedih sewaktu saya sendiri
yang mendaftarkan SBMPTN milik putri pimpinan saya. Jleb banget ingetnya!!!
Lembaran di atas adalah salahsatu kertas
siswi yang ikut SBMPTN. Saya sendiri juga secara nggak sadar kenapa bisa sampai
menemukan lembaran tersebut di tumpukan kertas yang tidak terpakai di tempat saya
bekerja.
Itulah salahsatu momen berkesan meski
terasa pilu yang saya rasakan setiap tahun. Saya sendiri masih bingung, kenapa
hal itu efeknya cukup kuat sekali untuk diri saya. Bahkan saya sudah mencoba
menghalau untuk tidak sedih, saya tetap terbawa suasana dan juga kenangan di
masa lampau.
“Memory… is the diary that we all carry about this”– Oscar Wilde
Meski demikian, ada hikmah yang bisa
menjadi pelajaran berharga dari momen yang tak terlupakan itu, yang bisa saya
ambil di masa saat ini. Salahsatunya berikut ini:
1. Ketika orang lain mendambakan
pekerjaan, saya bisa mendapatkannya selepas dinyatakan lulus oleh pihak
sekolah.
2. Walaupun tempat pekerjaan saya cukup dekat dengan tempat
tinggal, ketika orang lain mencari pekerjaan di tempat yang cukup jauh. Saya
bisa menikmati gaji bersih yang meski jauh dari UMR kota tempat tinggal saya,
yang pasti bisa dekat dengan keluarga.
3. Kalau saja saya benar-benar diterima
masuk PTN, kemungkinan belajar desain grafis tidak akan pernah saya jamah. Saya
akan memperdalam keahlian dalam bidang perakitan atau bagaimana cara membuat
sebuah program untuk masyarakat nantinya.
4. Saya mempunyai waktu lebih untuk bisa
memperdalam ilmu lainnya, baik itu umum dan semacamnya melalui media internet
juga melalui universitas kehidupan yang saya dapatkan dan yang saya alami.
5. Meski tak b isa kuliah, alhamdulillahhnya saya bisa dipertemukan dengan
seseorang yang menjadi pembuka saya mengetahui terkait dunia perkuliahan tanpa
bersikap sok tahu. Hanya “Cukup tahu” saja.
Karena, saya punya pengalaman ketika
sedang bersilaturrahmi di rumah teman MTs, yang dibicarakan mereka tentang KRS.
Saya yang saat itu masih belum mudeng akhirnya mengerti setelah dijelaskan
dengan Mamas sesaat setelah saya dicuekin dengan mereka yang membicarakan
masalah KRS.
Saya sedih juga ketika melihat anak-anak
kuliah yang mampu untuk melanjutkan pendidikan tersebut, malah tidak
menggunakan kesempatan itu dengan baik. Ibaratnya, apa yang saya inginkan ada
pada orang lain, sedangkan apa yang mereka inginkan belum tentu sesuai dengan
harapan saya. Begitulah keadaannya.
Namun demikian, saya tetap akan mencoba bersikap
positif ketika nantinya Syndrome Tahunan di Tahun Ajaran Baru ini bisa
muncul lagi. Meski berusaha melupakan, tapi kenangan itu cukup kuat sekali.
“Semakin kita berusaha melupakan sesuatu, baik itu berupa momen berharga atau lainnya,semakin kuat pula ingatan akan hal tersebut membekas.”
Jadikanlah, momen berharga yang mungkin
itu teramat berkesan atau memilukan sebagai tombak untuk melangkah lebih baik
di masa mendatang. Dan Alhamdulillah saya bisa berdamai dengan hati juga
keadaan yang sudah saya jalani hingga saat ini. Sekalipun syndrome tersebut
muncul lagi, saya tetap akan berusaha mengenang momen berharga yang tak
terlupakan bagi saya tersebut. Dan saya bersyukur bisa menemukan Secuil Momen
Penyebab Syndrome Tahuanan tersebut.
“own only what you can always carry with you; know languages,know countris, know people. Let your memory be your travel bag”– Aleksandr Solzhenitsyn
Semoga apa yang saya bagikan ini bisa
bermanfaat ya gaes…
Teruntuk mbak Irawati Hamid yang sedang
merayakan ulang tahun blognya yang pertama, saya ingin mengucapakan “Selamat
Ulang Tahun”. Semoga semakin berkah dalam bloggingnya, lancar menulisnya juga
rizki, bertambah erat pertemanannya, atau pun manfaat lainnya yang bisa mbak
Ira dapatkan.
Ada sedikit masukan serta oleh-oleh yang
ingin saya berikan kepada mbak Ira terkait blog.
Widget Komunitas Blogger
- Bagaimana untuk widget khusus logo
komunitas blogger yang mbak Ira ikuti dijadikan dalam satu gadget yang berada
di bagian bawah setelah postingan sebelum footer. Sehingga lebih efektif dan
juga lebih memper-simple bagian sidebar.
Add Widget Instagram
- Penting nggak penting supaya tampilan
blog lebih dan Nampak beda, mbak Ira bisa menambahkan Snapwidget tepat
pada bagian sebelum footer.
Mungkin itu saja serangkain momen berkesan
yang sangat amat tak terlupakan bagi saya. Kiranya teman-teman berkenan, monggo
tinggalkan komentar untuk tulisan saya ini ya… feel free banget lah.
Khoirur Rohmah,
Karangduren, 22 Oktober 2016
Memang kita harus selalu berpikir positif atas segala kejadian, pasti deh akan ditemukan hikmahnya.
BalasHapusIya mbak, ... kudu pinter2 khusnudzon atas jalan-Nya... :D
HapusAKu juga merasakan syndrome tahunan itu, meskipun aku merasakan kuliah, tapi di tempat dan fakultas yg enggak aku inginkan... sakitttt bgt rasanya.. aku sering nangis jika dengar orang ngomongin soal kuliah
BalasHapusAlhamdulillah mbak, bersyukur bisa kuliah walaupun di fakultas yang tak sejurus dengan samean. Dengan begitu kita jadi nambah ilmu lagi tho, hhee
Hapussaya suka semuanyaaaa, desain grafis dan perakitan (tapi yang ini gak bisa, xixi. Yang satunya masih nyoba2) pengennya terjun ke masyarakat gitu ceritanya.
BalasHapusTerus berpikir positif Rohma dan sukses untuk GA nya :)
Sekarang perakitan udah mulai luntur ilmunya -_-
HapusTerima kaish banyak yaa mbak Lidha :D
Positive thinking terus dalam menjalani kehidupan ya, Mbak. Husnudzan aja sama Allah, pasti Dia selalu memberikan yg terbaik bagi umat-Nya. Kelak, sedikit demi sedikit akan kita ketahui mengapa Allah mengatur demikian, kenapa begini-begitu...
BalasHapusTetap semangat ya, Mbak Rohma :)
Iyya mbak, Janji-Nya lebih indah daripada apa yang dibayangkan makhluk-Nya.
HapusTerima kasih banyak mbak Diah :D
Aku juga pernah ngalami kok mb. Punya obsesi, nggak kecape. Kecewa. Tp ya udah, dijalani dan disyukuri aja yang di depan mata..
BalasHapusKisahnya menyentuh, sealam sehat dan semangat selalu ya mbak
BalasHapussemoga sukses amin
Wah kalo aku SBMPTN trus udah mepet waktu ternyata tempatnya salah pasti udah panik duluan, hihi. Untungnya masih bisa terkejar yaa.
BalasHapusNanti pasti ada waktu yg terbaik utk melanjutkan cita2
BalasHapussemoga suatu saat Mba Rohma bisa mweujudkan cita-cita meneruskan kuliah yah..
BalasHapusentah mengapa bila mendengar cerita tentang gagal masuk ke perguruan tinggi selalu saja saya terbayang dengan kisah adik bungsu saya yang juga sempat menganggur setahun karena ketiadaan biaya :(
terimakasih sudah berpartisipasi di GA saya yah Mbaa :*