“Ndang
tangi, Sholat!! Wes Isuk !!” kata Ma’e
“Iyo
sek, mak. Diluut,” jawab saya sambil menarik selimut lagi.
“Lak
gak tangi, engko dusone ditanggung dewe lho yo,”ancam Ma’e dengan
bersungut-sunggut sambil berlalu meninggalkan saya di kamar. Membiarkan saya
tercengang dengan perkataannya tersebut.
Saya
yang masih menikmati indahnya berselancar di pulau kapuk, dibuat gusar dengan
ancaman Ma’e, atau ibu saya. Bagaimana tidak, saya harus menanggung dosa sholat
saya sendiri. Karena memang saat itu saya sudah duduk di bangku sekolah dasar
kelas enam. Jadilah saya semakin khawatir dengan dosa-dosa yang berlipat-lipat.
Hingga saya pun akhirnya beranjak dari tempat kesukaan saya tempat tidur untuk
segera mengambil wudhu.
Ma'e dan Cucunya (Putri dari Kakak Lelaki saya) |
Ibu
saya termasuk salah satu orang yang patuh dan taat menjalankan ibadah
kepada-Nya, sampai-sampai kakak-kakas saya heran, karena setiap mau keluar di
pagi hari sekitar jam 9.00, baik untuk sekedar pergi ke rumah nenek ibunya atau
hanya ke pasar, Ibu saya alhamdulilah tak ingin melewatkan sholat dhuhanya.
Maka demikian, saya sedari kecil, diajari untuk tidak lalai untuk melaksanakan
ibadah-Nya. Tapi ya namanya anak kecil, apalagi saya dulu, sungguh bandel jika
disuruh tepat waktu untuk melakukan sholat.
Ibu
saya adalah seorang single parent yang merawat dan mengasuh 5 orang anak
dengan 2 suami yang berbeda. Dan saya adalah anak bungsu dari 4 bersaudara.
Tapi saya akui. Ibu memang orang yang begitu tegar.
Ma'e dan Kakak lelaki saya |
Meski
dulu saya sempat cemburu, kenapa kasih sayang ibu terhadap saya berbeda dengan
kakak di atas saya. Dia adalah seorang lelaki yang selalu mendapatkan sesuatu
yang lebih dari Ibu. Karen kakak saya tersebut, dia anak yang pendiem, patuh,
suka membantu, dan tidak banyak tingkahnya. Berbeda halnya dengan saya yang hiper
active nakalnya. Mungkin karena itulah pemikiran saya begitu sepele. Karena
perbedaan itu penyebabnya adalah kenakalan saya yang saat itu masih jadi anak
SD.
Tapi,
baru tahun kemarin, akhirnya saya berani menanyakan kepada ibu saya perihal perbedaan
yang saya maksud dulu. Ternyata, ada titik yang membedakan antara saya dan
kakak-kakak saya yang lainnya. Hingga kejadian itu membuat saya absen bekerja
seharian. Karena mengurung diri dalam kamar.
Sedih,
iya memang sedih pastinya mengetahui kalau saya tidak dikehendaki kehadirannya
di alam ini oleh beliau.
Tapi
sedikit demi sedikit, hingga saat ini pun, meski saya masih ingat kejadian dan
keterangan langsung dari Ibu, saya mencoba lapang dada dalam membuka diri, jika
Allah pasti memberikan hikmah dibalik kejadian yang sedang saya alami.
Dan
alhamdulillah, sampai saat ini hubungan saya dengan ibu sudah baik-baik saja.
Meski sedikit banyak ada perdebatan kecil-kecil, marah-marahan, karena di rumah
hanya ada Ibu dan saya saja. Ya wajarlah jika ada cekcok masalah ini itu. Tapi ga
lama kemudian juga akur lagi gitu. Hhheee
Jujur,
saya sangat bangga lahir dari rahimnya. Meski tanpa dikehendaki karena hadirnya
saya. Saya banyak mengambil hikmah dari pengalaman yang sudah saya alami. Untuk
saya terapkan di masa mendatang.
Back
to the topic ya,,,,,
Rasa
bangga saya kepada Ibu mengingatkan saya tentang perjuangannya dalam menyambung
hidup, seperti mendapatkan uang dari menjual sayur-sayuran di kebun, mengurus
hewan ternak milik kakak, menjual daun pisang, atau membantu menggarap lahan
sawah nenek, demi anak-anaknya.
Saya
pun masih ingat ketika saya duduk di bangku MTs, sebelum berangkat sekolah,
saya disuruh mengantar nangka yang sudah matang ke pasar. Kadang pula, Ibu juga
menyuruh saya mengantarkan pesanan daun pandan untuk pelanggannya di pasar.
Tak
hanya itu, ibu juga banyak mengajarkan kepada saya dan kakak saya tentang kemandirian..
Apalagi kakak lelaki saya yang berusaha menjadi tulang punggung keluarga. Meski
saat itu dia masih duduk dibangku SMA sedang saya masih SD. Kakak rela tidur di
sekolah jadi admin, merangkap sebagai murid juga.
Pernah
dulu sebelum saya mengikui ujian nasional tingkat SMA, ada banyak biaya yang
harus dibayar. Serta biaya untuk pembuatan akte kelahiran saya, sebagai salah
satu syarat mengikuti bidikmisi. Dua tahun lalu tapi. Karena hal itu, ibu rela
menebang pohon di kebunnya dan menjualnya demi biaya pendidikan saya.
Sampai
saat ini pun, ibu sering menyambung hidup kami dari hasil perkebunan di rumah
kami. Apapun itu yang bisa dijual ya dijual. Yang penting bisa dapat uang untuk
beli kebutuhan sehari-hari.
Aku
juga bangga sekali dengan Ibu, dibalik sikap cerewetnya, selalu ingin menang
sendiri dalam perdebatan, ibu tetap memberikan perhatian yang lebih untuk
anak-anaknya. Seperti contoh: Ibu selalu membuatkan air do'a, yang sudah dia doain,
supaya ujian saya dan kakak-kakak di sekolah menjadi lancar, selain belajar
ya... hhee
Wanita yang hebat di dunia ^_^ |
Ibu
juga rela begadang untuk anak-anaknya yang besok harus berangkat pagi ke
sekolah. Beliau merelakan waktu tidurnya untuk anaknya. Berjaga di pertengahan
malam, supaya anaknya sukses dan tak mengecewakannya.
Meski
kadang pemikirannya seperti seorang anak-anak, karena ibu tak pernah sejalan
dengan teknologi informasi dan komunikasi terkini, tapi saya dan kakak berusaha
memaklumi dan mengenalkannya dengan dunia yang sekarang ini.
Ketika
saya harus terbangun ditengah malam, saya teringat dengan kata-kata Ma’e. Yang segera
melaksanakan ibadah kepada-Nya. Akhirnya terbangun dan menatap wajah nan teduh
dari Ibu saya. Ma'e saya. Seakan-akan beban di pundaknya begitu besar. Beliau
tertidur dengan pulas.
Begitu
menatapnya, saya banyak berdosa dengan beliau, yang selalu membantah dengan
perintahnya, tak jarang juga marah-marah kepadanya.
Ma'e,
maafin anakmu ini....
Di
saat keinginan saya untuk menuntut ilmu di bangku perkuliahan kandas karena Ibu
bersikukuh dengan tidak adanya biaya dan tak sanggup membiayai saya, hingga akhirnya
saya tidak lolos ujian bidikmisi maupun SBMPTN. Tapi kemudian saya dapat
bekerja dan tetap menjalankan kewajiban saya sebagai seorang anak bungsunya.
Hal
itu membuat saya mengambil banyak hikmah. Untuk selalu menjaga Ibu, melindungi
Ibu, menemani Ibu. Bagaimanapun keadaannya.
Meski dulu saya merasa benci. Tapi kini, kau sangat berharga bagi saya,
Bu.
Apapun
kan ku lakukan sebisa mungkin untuk membuatmu bahagia.
Ridhollahi
fii ridhollahi wa lidain.
Ridho
Allah tergantung kepada Ridho kedua orang tua.
Terima
kasih ibu, Yang telah banyak mengajarkan saya banyak hal. Membuat saya lebih
mandiri dan tidak menggantungkan diri terus menerus kepadamu, Ibu.
Ku ingin selalu membahagiakanku Ibu, sebisa mungkin ^_^ |
Semoga
Ibu senantiasa diberkahi umur yang barokah, kesehatan jasmani dan ruhani,
serta, semoga dijauhkan dari balak musibah.
Saya
yakin, apapun yang kau lakukan semuanya hanya untuk melihat putra putrimu
bahagia selalu, malaikat tanpa sayapku. Tanpa pegangan dari siapapun.
Kaulah
inspirasiku, Kaulah pahlawanku,
IBU
Malaikat
tanpa sayapku. :-*
Keterangan :
"Cepat bangun, sholat !! Udah pagi,"
"Iya bentar, Mak. Sebentar aja,"
"Kalau nggak bangun, tanggung sendiri dosaanya
ya,"
*Tulisan ini diikutsertakan dalam GA sejuta Kisah Ibu*
Jasa ibu memang luar biasa. Tapi kenapa tidak diharapkan rohma, Kepo. heh abaikan yang ini. Tetap semangat, aja ^^
BalasHapusHemm... ma'e :) hampir hari ibu nih, ada rencana apa buat ma'e dek? :D
BalasHapusJadi ingat Amak di kampung. Ibu selalu tiada duanya ya mba. Salam buat Ibunya ya mba..
BalasHapusIbu memang selalu punya cara untuk melakukan hal yang terbaik untuk anak-anaknya ya mba. Salam kenal ya mba
BalasHapusSukses bikin mewek, sedih bacanya. Nggak.bosa ngebayangin, kamu kuat banget....
BalasHapusBeliau seorang ibu yang tangguh. Salam hormat untuk beliau.
BalasHapusTerima kasih sudah memeriahkan GA Sejuta Kisah Ibu di rosimeilani.com.
selamat hari ibu mbak smeoag terus jadi ibu sholehah buat anak"nya aamiin
BalasHapusLebih dari sekedar wanita hebat...
BalasHapus