MY DREAMS
Pagi ini
cahaya matahari sangat cerah sekali seperti halnya suasana hatiku yang sedang
berbunga–bunga. Karena hari ini adalah hari pengumuman kelulusan ujian
nasional. Maka dari itu aku menyambut pagi ini dengan wajah yang berseri–seri
dan aura yang sangat cemerlang. Semangatku pun membara untuk mengayuh sepeda ke
sekolah dengan langkah yang pelan tapi pasti.
Sesampainya
di sekolah, ternyata teman–teman sudah banyak yang berkumpul dan menerima
selembaran kertas yang di berikan pak guru. Aku pun menghampiri sahabatku Lisa.
“Kamu
udah di panggil, Sa ?” tanyaku pada Lisa.
“Belum
nich Ca, sebentar lagi pasti di panggil” jawabnya dengan harap–harap cemas.
Sesaat kemudian.
“Alisa
Nike Rahayu, Aicha Novita Sari… “ panggil pak guru.
Aku pun
maju dengan langkah cepat dan menerima surat lulus atau tidaknya Ujian
Nasional. Alhamdulillah aku lulus. Senangnya hatiku, begitu juga dengan Lisa.
Tak sadar air mata membasahi pipiku. Ternyata usahaku selama ini mendapatkan
hasil juga. Terima kasih Tuhan.
***
Beberapa hari yang lalu, ujian SBMPTN telah
selesai di laksanakan dan sekarang aku masih menunggu hasil pengumuman.
Sebenarnya aku sudah ikut Bidikmisi, tapi aku tak lolos sama sekali. Terpaksa
aku ikut SBMPTN. Aku mengikuti tes tersebut dengan tidak mendapatkan izin dari
ibu dan juga kakakku. Mereka melarangku untuk melanjutkan pendidikan di jenjang
perkuliahan. Terlebih ibu sangat gigih memvonisku.
“Kuliah itu memerlukan biaya yang tak
sedikit, Sa. Terus, dana yang akan kamu gunakan itu dapat darimana? kalaupun
bapak kamu mau memberikan dananya, ibu setuju saja. Tapi, sampai saat ini pun,
dia tak pernah menemuimu kan? Jadi, jangan coba–coba untuk kuliah lagi” tutur
ibu.
“Tapi aku kan ikut beasiswa kuliah, bu. Aku
pun masih ingin menuntut ilmu lagi. Apakah aku salah jika aku ingin meneruskan
pendidikan di Universitas yang aku inginkan?” pintaku pada ibu.
“Sekarang
itu tidak ada yang namanya kuliah gratis Sa. Kamu boleh berangan–angan untuk
kuliah. Tapi jangan sampai nekat untuk kuliah. Lebih baik cari kerja sana” kata
ibu kembali sembari melanjutkan aktifitasnya.
Oleh
sebab itu, aku hanya memendam semua impianku ini dan tetap akan berusaha
mewujudkannya kelak. Aku tahu kenapa ibu begitu ngotot tak mengizinkanku untuk
kuliah. Karena ibu sudah jera dengan kejadian yang telah di alami oleh kakakku.
Karena dia adalah sarjana Strata Satu FKIP Matematika. Saat ini pun dia juga
menjabat sebagai kepala sekolah di Sekolah Dasar dekat rumahku. Tapi yang
paling di sayangkan dari ibuku. Kuliah selama 4 tahun, tapi gaji perbulannya
tak cukup untuk biaya hidup sehari–hari, meskipun ada banyak rapat, pangkat SI,
jabatan kepala sekolah, tapi hal tersebut tak dapat menjamin kesejahteraan
keluarga.
Kakak
adalah tulang punggung keluarga, ayah sudah bercerai dengan ibu saat aku masih
kecil. Maka dari itu kakak berusaha untuk memenuhi kebutuhan setiap hari dengan
mencari pekerjaan tambahan, contoh kecilnya jadi guru privat komputer. Apalagi
jika aku meneruskan pendidikan di jenjang perkuliahan, pasti aku akan sangat
menambah beban pikiran kakak. Sehingga aku hanya bisa menelan ludah
dalam–dalam, meski ada beasiswa kuliah pun, aku tetap tak akan dapat izin dari
kedua orang tersebut.
Hingga
akhirnya aku pun memutuskan untuk mencari lowongan kerja yang dekat dengan
tempat tinggalku. Alhamdulillah aku diterima di salah satu perusahaan terkemuka
di kotaku. Awalnya cukup sulit diriku untuk menyesuaikan keadaanku yang dulunya
masih kekanak–kanakan menjadi semakin mandiri. Tapi, lama kelamaan aku sudah
terbiasa dengan keadaan tersebut. Tapi disisi lain, hatiku masih menyimpan
sebuah asa dan juga harapan yang tak kunjung datang, yakni kuliah.
Aku pun
sudah mencoba melupakan hasil SMBPTN beberapa hari lalu. Karena jika do’a restu
dari ibu dan juga kakakku tidak ku dapatkan, pastinya aku tidak akan kuliah
untuk selamanya. Karena kesuksesan dalam kuliah itu juga memerlukan dukungan
dari mereka, untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Apalagi,
ketika aku aktif di jejaring sosial di internet, hatiku menjadi sedih dan pilu.
Karena setiapkali aku melihat update status dan juga foto–foto dari teman–temanku
yang sudah kuliah, rasanya aku juga ingin merasakan hal yang sama dengan
mereka. Mengarungi seluk beluk, dan sekelumit pendidikan di bangku perkuliahan
itu. Oh Tuhan, kapankah aku bisa seperti mereka? tanpa sadar, air mata pun
membasahi pipiku. Aku tak dapat menahan rasa piluku ini sendiri. Tapi aku pun
juga tak ingin menambah beban cukup banyak kepada orang–orang yang nantinya aku
curhati.
Andai
saja kau tahu, ibu dan juga kakak, jika aku ingin sekali menikmati masa–masa
indah dan juga masa sulit ketika berada di bangku kuliah. Tapi aku juga tak
hanya ingin kuliah dengan fakultas yang tak selaras dengan keinginanku. Aku
takut hal tersebut dapat berakibat fatal pada masa depanku kelak ketika aku
sudah lulus nanti. Sehingga aku memutuskan untuk mengumpulkan dana sebanyak
mungkin selama satu tahun kedepan untuk biaya kuliah.
***
Ibu dan
juga kakakku tersayang, aku ingin membahagiakan kalian. Kalian sangat bahagia
ketika aku sudah bekerja dan mendapatkan gaji, sehingga aku dapat membantu
perekonomian keluarga. Tapi, taukah kalian? jauh dilubuk hatiku yang paling
dalam, aku masih ingin kuliah dengan jerih payahku sendiri.
Sekalipun ibu dan juga kakak melarangku, aku
akan tetap memegang impianku ini untuk bisa kuliah dan mencapai harapan yang ku
inginkan, hingga aku dapat menyalurkan ilmu yang ku punya. Meski aku sudah
terlebih dahulu mendapat pekerjaan melalui keterampilan yang ku punya. Tapi,
aku akan berusaha menambah ilmu yang sudah ku dapat ini di bangku perkuliahan.
Karena yang aku butuhkan dalam melanjtukan pendidikan di bangku perkuliahan
bukanlah title, jabatan, pangkat, maupun keluhuran. Tapi ilmu yang bermanfaat.
Seberapa
besar pun perjuangan untuk menggapai semua impianku. Akan terus aku usahakan
agar aku dapat meraihnya. Dan berhasil menerapkannya dalam kehidupan sehari –
hari baik bagi diriku maupun oranglain. Itulah impianku saat ini.
Jember,
17 Oktober 2013, 23:15 WIB
Kayak kisah pribadi... bikin mewek... ;)
BalasHapus