MAKALAH
RIBA,
BANK , DAN ASURANSI
Diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memenuhi kegiatan pondok Romadhon
Pembimbing :
Anggi Safenti Zahra
Di
susun oleh : Kelompok XV
1.
Nilna Rizqa
Faidah : XII IPA 1
2.
Khoirur Rohma : -
3.
Imroatus Sholihah : -
4.
Siti Wimroatus
Sholihah : -
5.
Nurul Azizah : XII IPA 1
6.
Yulihatul
Meisaroh : -
7.
Fiqi Nur’aini : -
8.
Diana Rosyidah : -
9.
Anisa Mufida : XII IPA 2
10. Riska
Novia Anggraini : -
11. Susanti : -
12. Siti
Mafi’atul Mafraura : -
MADRASAH ALIYAH WAHID HASYIM BALUNG
Jl. Puger No. 20 Balung 68161
Tahun Ajaran 2012-2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
belakang
Pada
dasarnya pengertian mengenai riba, bank dan asuransi sudah sangat familiar di
mata masyarakat. Namun sebagian mereka tidak mengetahui pasti kedudukannya
dalam hukum islam. Seperti halnya riba adalah salah satu usaha mencari rizeki
dengan cara yang tidak benar dan dibenci Allah swt. Sedangkan Bank menurut
jumhur ulama’ merupakan perkara yang belum jelas kedudukan hukumnya dalam Islam
karena bank merupakan sebuah produk baru yang tidak ada nashnya. Dan ketentuan
mengenai asuransi masuk dalam kategori objek ijtihad karena ketidakjelasan
ketentuan hukumnya. Karena memang ketetuan mengenai asuransi, baik di dalam
al-qur’an maupun hadits Nabi saw. Termasuk para ulama tidak banyak yang
membicarakannya.
Oleh
sebab itu, agar masyarakat lebih mengetahui dengan pasti mengenai riba, bank,
dan asuransi. Maka kami akan menguraikan mengenai kedudukan riba , bank dan
asuransi.
1.2 Rumusan
masalah
1. Pengertian
Riba.
2. Dasar
hukum Riba.
3. Macam-macam
Riba.
4. Hikmah
dilarangnya Riba.
5. Pengertian
Bank.
6. Dasar
Hukum Bank.
7. Jenis-
Jenis Bank.
8. Perbedaan
Bank non islam (konvensional) dengan Bank islam.
9. Pengertian
Asuransi.
10. Dasar
Hukum Asuransi.
11. Jenis-Jenis
Asuransi.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Agar
seseorang dapat memahami pengertian Riba, Bank, dan Asuransi.
2. Agar
dapat mengetahui apakah dalam transaksi Riba, Bank dan Asuransi, halal atau
haram, menurut hukum islam.
3. Mengetahui
hikmah dari Riba, Bank dan Asuransi dalam kehidupan sehari – hari.
BAB
II
PENDAHULUAN
1. RIBA
A.
Pengertian
dan Dasar Hukum Riba
Riba yang berasal dari bahasa arab, artinya tambahan
(ziyadah/addition, Inggris), yang berarti: tambahan pembayaran atas uang pokok
pinjaman. Pendapat Al-Jurjani riba adalah kelebihan/tambahan pembayaran tanpa
ada ganti/imbalan, yang di syaratkan bagi salah seorang dari dua orang yang
membuat akad.
Syekh
Muhammad Abduh mendefinisikan, riba adalah penambahan-penambahan yang
diisyaratkan oleh orang yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya
atau uangnya karena janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah
ditentukan.
B. Dasar hukum riba
Dasar hukum Hukum melakukan riba adalah haram
menurut Al-Qur’an, sunnah dan ijma’ menurut ulama. Keharaman riba terkait
dengan sistem bunga dalam jual beli yang bersifat komersial. Di dalam melakukan
transaksi atau jual beli, terdapat keuntungan atau bunga tinggi melebihi
keumuman atau batas kewajaran, sehingga merugikan pihak-pihak tertentu. Fuad
Moch. Fahruddin berpendapat bahwa riba adalah sebuah transaksi pemerasan.
Dasar hukum pengharaman riba menurut Al-Qur’an, sunnah
dan ijma’ para ulama adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
. . . إِنَمَا
الْبَيْعُ مِثْلَ الرِّبَوا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَمَ الرِّبَوا
“...Sesumgguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba.”
(Q.S.
Al-Baqarah: 275)
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَوا وَيُرْبِى
الصَّدَقَتِ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ{276}
“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan
Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu
berbuat dosa. ”
b.
Sunnah Rasulullah saw.
عَنْ جَابِرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَ قَالَ: لَعَنَ رَسُوْلُ اللَّهُ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَكِلَ الرِّبَاوَمَوْ كِلَهُ وَكَاتِبَهُ
وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ: هُمْ
سَوَاءُ)متفق
عليه)
. . . {275}
“Dari
Jabir r.a. ia berkata, ‘Rasulullah saw. telah melaknati orang-orang yang
memakan riba, orang yang menjadi wakilnya (orang yang memberi makan hasil
riba), orang yang menuliskan, orang yang menyaksikannya, (dan selanjutnya),
Nabi bersabda, mereka itu semua sama saja’.” (H.R. Muslim
إِحْتَنِبُوْا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ: قَالُوْا: يَارَسُوْلَ اللَّهُ
وَمَاهُنَ قَالَ: الشِّرْكَ
بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِيْ حَرَّمَ اللَّهُ اِلاَّ
بِالْحَقِّ وَاَكْلُ الرِّبَا ، وَاَكْلُ مَالَ الْيَتِيْمِ الزَّحْفِ وَقَدْفُ
الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ)متفق
عليه)
“Jauhilah
tujuh hal yang membinasakan”. Para sahabat bertanya,”Apakah tujuh hal tersebut
ya Rasulullah?” Rasulullah
saw. bersabda, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan
Allah kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim,
melarikan diri pada saat perang, dan menuduh berzina wanita yang suci, beriman,
dan lupa (lupa dari maksiat).” (H.R. Bukhari dan Muslim(
c.
Ijma’ para ulama
Para ulama sepakat bahwa seluruh umat Islam mengutuk
dan mengharamkan riba. Riba adalah salah satu usaha mencari rizki dengan cara
yang tidak benar dan dibenci Allah SWT. Praktik riba lebih mengutamakan
keuntungan diri sendiri dengan mengorbankan orang lain. Riba akan menyulitkan
hidup manusia, terutama mereka yang memerlukan pertolongan. Menimbulkan
kesenjangan sosial yang semakin besar antara yang kaya dan miskin, serta dapat
mengurangi rasa kemanusiaan untuk rela membantu. Oleh karena itu Islam
mengharamkan riba.
C.
Macam-macam
Riba
Para
ulama fiqih membagi riba menjadi empat macam, yaitu:
a. Riba Fadl
Riba fadl adalah
tukar menukar atau jual beli antara dua buah barang yang sama jenisnya, namun
tidak sama ukuranya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya, atau jual beli
yang mengandung unsur riba pada barang yang sejenis dengan adanya tambahan pada
salah satu benda tersebut. Sebagai contohnya adalah tukar-menukar emas dengan
emas atau beras dengan beras, dan ada kelebihan yang disyaratkan oleh orang
yang menukarkan. Kelebihan yang disyaratkan itu disebut riba fadl. Supaya tukar-menukar seperti ini tidak termasuk riba,
maka harus ada tiga syarat yaitu:
a. Barang
yang ditukarkan tersebut harus sama.
b. Timbangan
atau takarannya harus sama.
c. Serah
terima pada saat itu juga.
b. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah
yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun yang tidak sejenis atau jual
beli yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan waktu yang
dilambatkan. Menurut ulama Hanafiyah, riba nasi’ah adalah memberikan kelebihan
terhadap pembayaran dari yang ditangguhkan, memberikan kelebihan pada benda
dibanding untung pada benda yang ditakar atau yang ditimbang yang berbeda jenis
atau selain yang ditakar dan ditimbang yang sama jenisnya. Maksudnya adalah menjual
barang dengan sejenisnya, tetapi yang satu lebih banyak dengan pembayaran
diakhirkan, seperti menjual 1 kg beras dengan 1 ½ kg beras yang dibayarkan
setelah dua bulan kemudian. Kelebihan pembayaran yang disyaratkan inilah yang
disebut riba nasi’ah.
عَنْ
سَمُرَةَبْنِ جُنْدُبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّالنَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْحَيَوَانِ بِالْحَيَوَانِ نَسِيْءَةً
“Dari Samurah bin Jundub, sesungguhnya Nabi saw telah melarang
jual beli binatang yang pembayarannya diakhirkan”(H.R
Lima ahli hadist)
c. Riba Qardi
Riba qardi
adalah meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau tambahan dari
orang yang meminjam. Misalnya Ali meminjam uang kepada Abbas sebesar Rp.10.000,
kemudian Abbas mengharuskan kepada Ali untuk mengembalikan uang itu sebesar Rp.
11.000. inilah yang disebut riba qardi.
d. Riba yad
Riba yad yaitu
berpisah dari tempat akad jual beli sebelum serah terima. Contohnya, orang yang
membeli suatu barang sebelum ia menerima barang tersebut dari penjual, penjual
dan pembeli tersebut telah berpisah sebelum serah terima barang itu. Jual beli
ini dinamakan riba yad. Ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa riba yad adalah jual
beli yang mengakhirkan penyerahan (al-qabdu), yakni bercerai berai
antara dua orang yang berakad sebelum serah terima, seperti menganggap sempurna
jual beli antara gandum dan syair tanpa harus saling menyerahkan dan menerima
ditempat akad.
Menurut ulama
Syafi’iyah bahwa antara riba yad dan riba nasi’ah sama-sama terjadi pada
pertukaran barang yang tidak jelas. Perbedaannya, riba yad mengakhirkan
pemegang barang, sedangkan riba nasi’ah mengakhirkan hak dan ketika akad
dinyatakan bahwa waktu pembayaran diakhirkan meskipun sebentar. Dasar hadits
yang mengungkapkan ketertolakan sistem ini adalah:
إِنَّمَا الرِّبَا فِى النَّسِيْئَةِ)رواه البحارى و مسلم )
“ Tidak ada riba kecuali
pada riba nasi ”H.R. Bukhari Muslim
Ada syarat-syarat agar jual beli tidak
menjadi riba, yaitu:
1. Menjual sesuatu
yang sejenis ada tiga syarat, yaitu:
a. Serupa
timbangan dan banyaknya.
b. Tunai.
c. Timbang
terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis akad.
2. Menjual sesuatu
yang berlainan jenis ada dua syarat, yaitu:
a. Tunai.
b. Timbang
terima dalam akad (ijab kabul) sebelum meninggalkan majelis akad.
Semua agama Samawi
mengharamkan riba. Hal ini disebabkan karena riba mempunyai bahaya yang sangat
berat. Diantaranya adalah:
1. Dapat
menimbulkan permusuhan antar pribadi dan mengikis habis semangat kerja sama
atau saling tolong-menolong, membenci orang yang mengutamakan kepentingan diri
sendiri, serta yang mengeksploitasi.
2. Dapat
menimbulkan tumbuh suburnya mental pemboros yang tidak mau bekerja keras, dan
penimbunan harta di salah satu pihak. Islam menghargai kerja sama sebagai
sarana pencarian nafkah.
3. Sifat
riba sangat buruk sehingga Islam menyerukan agar manusia suka mendermakan harta
kepada saudaranya dengan baik jika saudaranya membutuhkan harta.
D.
Hikmah
Dilarangnya Riba
Hikmah diharamkannya riba yaitu:
a. Menghindari
tipu daya diantara sesama manusia.
b. Melindungi
harta sesama muslim agar tidak dimakan dengan batil.
c. Memotifasi
orang muslim untuk menginvestasi hartanya pada usaha-usaha yang bersih dari
penipuan, jauh dari apa saja yang dapat menimbulkan kesulitan dan kemarahan
diantara kaum muslimin.
d. Menutup
seluruh pintu bagi orang muslim.
e. Menjauhkan
orang muslim dari sesuatu yang menyebabkan kebinasaan karena pemakan riba
adalah orang yang zalim dan akibat kezaliman adalah kesusahan.
f. Membuka
pintu-pintu kebaikan di depan orang muslim agar ia mencari bekal untuk
akhirat.
g. Rajin
mensyukuri nikmat Allah swt dengan cara memanfaatkan untuk kebaikan serta tidak
menyia-nyiakan nikmat tersebut.
h. Melakukan
praktik jual beli dan utang piutang secara baik menurut Islam.
2. BANK
A. Pengertian Bank
Menurut
UU No.10 tahun 1992 tentang bank, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan menurut Dr. Fuad Moh.
Fachruddin, bank adalah suatu perusahaan yang memperdayagunakan hutang-piutang,
baik yang merupakan uangnya sendiri maupun orang lain. Fungsi bank adalah
sebagai berikut:
a) Menyimpan
dana masyarakat.
b) Menyalurkan
dana masyarakat ke publik.
c) Memperdagangkan
utang piutang.
d) Mengatur
dan menjaga stabilitas peredaran uang.
e) Tempat
menyimpan hata kekayaan (uang dan surat berharga) yang terbaik dan aman.
f) Menolong
manusia dalam mengatasi kesulitan ekonomi keuangan.
Tujuan
bank diantaranya yaitu :
1) Menolong
manusia dalam banyak kesulitan, (peminjaman uang tunai atau kredit).
2) Meringankan
hubungan antara para pedagang dan penguhasa dengan memperlancar pemindahan uang
(money-transfer).
3) Bagi
hartawan adalah untuk menjaga keamanan dan memberi perlindungan dari penjahat
dan pencuri dengan menyimpan di tempat yang aman.
4) Untuk
kepentingan dan perkembangan kepentingan, baik nasional maupun internasional
dalam seluruh bidang kehidupan.
B. Dasar Hukum Islam
Karena
bank adalah masalah baru dalam khazanah hukum Islam, maka para ulama masih memperdebatkan
keabsahan sebuah bank. Berikut ini beberapa pandangan mengenai hukum perbankan,
yaitu mengharamkan, tidak mengharamkan, dan syubhat (samar-samar).
a.
Kelompok yang mengharamkan
Ulama
yang mengharamkan riba di antaranya adalah Abu Zahra (guru besar Fakultas
Hukum, Kairo, Mesir), Abu A’la al-Maududi (ulama Pakistan), dan Muhammad
Abdullah al-A’rabi (Kairo). Mereka berpendapat bahwa hukum bank adalah haram,
sehingga kaum Muslimin dilarang mengadakan hubungan dengan bank yang memakai
sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa.
b.
Kelompok yang tidak mengharamkan
Ulama
yang ridak mengharamkan di antaranya adalah Syekh Muhammad Syaltut dan A.
Hassan. Mereka mengatakan bahwa kegiatan bermuamalah kaum Muslimin dengan bank
bukan merupakan perbuatan yang dilarang. Bunga bank di Indonesia tidak bersifat
ganda, sebagaimana digambarkan dalam
Q.S. Ali Imran ayat 130.
c.
Kelompok yang menganggap syubhat (samar)
Bank
merupakan perkara yang belum jelas kedudukan hukumnya dalam Islam karena bank
merupakan sebuah produk baru yang tidak ada nasnya. Hal-hal yang belum ada nas
dan masih diragukan ini yang dimaksud dengan barang syubhat (samar).
Karena
untuk kepentingan umum atau manfaat sosial yang sangat berarti bagi umat, maka
berdasarkan kaidah usul (maslahah mursalah), bank masih tetap digunakan dan
dibolehkan. Namun ketentuan ini hanya untuk bank pemerintah (nonswasta), dan
tidak berlaku untuk bank swasta dengan alasan tingkat kerugian pada bank swasta
sangat tinggi dibanding dengan bank pemerintah.
C. Jenis-jenis
Bank
Berdasarkan
jenis atau sistem pengelolaannya, bank dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
a) Bank Konvensional (dengan sistem bunga)
Bank
dengan sistem bunga (Konvensional) ada dua jenis, yaitu bank umum dan bank
perkreditan rakyat.
b) Bank Syariah (Bank dengan prinsip Bagi Hasil)
Karena belum ada
kata sepakat dari para ulama tetang hukum bank konvensional sementara umat
Islam harus mengikuti perkembangan ekonomi sehingga perlu jalan keluar, maka
lahirlah bank syariahdengan prinsip bagi hasil.
c) Operasional Bank Syariah
Prinsip operasional dan
produk syariah dapat dilihat dari dua sisi, sisi pergerakan dana masyarakat dan
sisi penyaluran dana kepada masyarakat.
D.
Perbedaan
Bank Konvesional dan Bank Islam
Bank konvensional :
1. Memakai
perangkat bunga atau bagi hasil .
2. Profit
Oriented.
3. Hubungan
dengan nasabah dalam bentuk kreditur-kreditur.
4. Creator
for money supply.
5. Melakukan
investasi yang halal dan haram.
6. Tidak
terdapat dewan sejenis Dewan Pengawas Syari’ah.
Bank islam :
1. Berdasarkan
margin keuntungan bagi hasil.
2. Profit
dan falah oriented.
3. Hubungan
dengan nasabah dalam bentuk kemitraan .
4. Users
of real founds.
5. Melakukan
investasi yang halal saja.
6. Pengerahan
dan penyaluran dana harus sesuai dengan pendapat Dewan Pengawas Syari’ah.
E.
Hukum Bermuamalah Dengan Bank Konvensional Dan
Hukum Mendirikan Bank Islam
Dalam
kehidupan modern seperti sekarang ini, umat islam hampir tidak bisa menghindari
dari bermuamalah dengan bank konvensional yang memakai sistem bunga dalam
segala aspek kehidupannya termasuk kehidupan agamanya. Misalnya ibadah haji di
Indonesia.
Perbedaan pendapat
tentang hukum bermuamalah dengan bank konvensional dan hukum bunga bank :
1. Abu
Zahrah : bunga bank itu riba nasi’ah, dilarang oleh islam. Karena itu islam
tidak boleh bermuamalah dengan bank yang memakai sistem bunga kecuali terpaksa.
2. A.Hasan
: Bunga bank bukan riba yang diharamkan karena tidak bersifat ganda sebagaimana
dalam surat Ali Imron: 130
3. Majelis
Tarjih Muhammaddiyah di sidoarjo Jawa Timur 1968: Bunga bank termasuk subhat
artinya belum jelas halal dan haramnya. Tapi jika dalam keadaan terpaksa kita
di bolehkan bermuamalah dengan bank konvensional.
Kaidah Fiqih:
“Hajah (keperluan yang
mendesak atau penting) itu menempati ditempat terpaksa, sedangkan keadaan
darurot itu menyebabkan boleh melakukan hal-hal yang dilarang.
C. ASURANSI
Sesuai
dengan prinsip Islam yang menghindari bentuk-bentuk bunga, dalam akad asuransi
tidak ada riba di dalamnya. Asuransi merupakan produk ekonomi Islam yang
tergolong baru dalam khazanah hukum Islam. Berbagai perbedaan pendapat muncul
di kalangan umat Islam terkait apakah akad asuransi ini dibenarkan dalam islam
atau tidak
1. Pengertian Asuransi
Istilah
asuransi seringkali disamakan dengan istilah pertanggungan (kafalah).
Pengertian tersebut dapat dijumpai dalam ketentuan Pasal 1 UU No. 2 tahun 1992
tentang usaha perasurasian.
Asuransi
atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak
penanggung mengingatkan diri pada tertanggung dengan menerima premiasuransi,
untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum pada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.
Dari
pengertian di atas dapat dikemukakan bahwa asuransi pada dasarnya adalah
pertanggungan dan ikhtiar seseorang dalam rangka menanggulangi resiko atau
akibat-akibat dari terjadinya sebuah peristiwa yang tidak diinginkan
(diharapkan) terjadi, namun terjadi.
Menurut
pasal KUPD, asuransi adalah suatu perjanjian (akad) antara seseorang yang
mempertanggungkan sesuatu dengan seorang penanggung atau asurahor. Menurut
perjanjian ini, si penanggung menerima premi, yakni semacam pembayaran, baik
sekaligus maupun berkala dari orang yang mempertanggungkan itu, dan dia berjanji
akan mengganti kerugian yang mungkin diderita oleh si mempertanggungkan karena
kejadian kelak (kemudian hari) yang sebelumnya tidak dapat ditentukan dan
diketahui oleh siapa pun, seperti kebakaran, kehilangan, dan kerusakan.
2. Dasar Hukum Asuransi
Ketentuan
mengenai asuransi masuk dalam kategori objek ijtihad karena ketidakjelasan
ketentuan hukumnya. Hal ini terjadi karena memang ketentuan mengenai asuransi, baik
di dalam al-qur’an maupun hadits Nabi saw, termasuk para ulama tidak banyak
yang membicarakannya.
Untuk
mengeluarkan sebuah produk hukum ijtihad, dapat menggunakan berbagai cara,
antara lain menggunakan konsep maslahah mursalah atau dengan cara kias (metode
analgis). Berdasarkan hasil ijtihad para ulama dengan menggunakan metode ini
maka dasar hukum asuransi di lingkungan ulama muncul beragam atau berbeda-beda.
Perbedaan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Pendapat
pertama, mengatakan bahwa asuransi dengan sagala bentuk perwujudannya dipandang
haram menurut ketentuan hukum. Artinya, melakukan akad asuransi tidak
dibolehkan. Ulama yang mengharamkan asuransi ini adalah Abdullah al-Qalqili dan
Muhammad Yusuf al-Qardawi.
2. Pendapat
kedua, menyatakan bahwa asuransi dengan sagala bentuk perwujudannya dapat
diterima dalam syariat Islam. Ulama yang mendukung pendapat ini adalah Abdul
Wahab Khallaf dan Mustafa Ahmad Zarqa (Syiria), Muhammad Yusuf Musa (Kairo).
3. Pendapat
ketiga, mengatakan bahwa asuransi sosial diperbolehkan, sedangkan asuransi
komersial tidak diperdolehkan, kaena bertentangan dengan syariat Islam.
Pendapat ini didukung oleh ulama Abu Zahrah.
4. Pendapat
keempat, mengatakan bahwa asuransi dengan segala bentk perwujudannya dipandang
syubhat. Pendapat tersebut didukun oleh K.H. Ahmad Azhar Basyir (Indonesia).
Dari
berbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi dibolehkan selama
tidak bertentangan dengan syariat Islam. Artinya, hendaknya berdasarkan asas
gotong royong (ta’awun) dan perjanjian-perjanjian yang dibuat benar-benar
bersifat tolong-menolong, bukan untuk mencari laba atau keuntungan dengan jalan
yang tidak benar.
Dalam
buku Hukum Asuransi di Indonesia yang ditulis oleh Vide Wirjono Prodjadikoro,
dijelaskan, menurut pasal 246 Wet Boek Van Koophandel (Kitab Undang-Undang
Perniagaan), bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana pihak
yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang
premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin
karena akibat dari satu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
3. Tujuan Asuransi
Tujuan
asuransi adalah menawarkan jaminan perlindungan untuk menghadapi kerugian
akibat suatu bencana yang terjadi pada yang diasuransikan, tanpa ada unsur
penambahan kekayaan seseorang.
Cara
untuk menanggulangi bahaya yang mungkin terjadi biasanya dipraktikkan dengan
bersama-sama menanggung kerugian itu untuk tujuan meringankan beban penderita
yang diasuransikan. Hal ini berarti bahwa tujuan dari asuransi lebih dekat
dengan arti iuran untuk perlindungan bersama.
4. Jenis
Asuransi
Social
insurance lebih dianjurkan daripada bentuk-bentuk asuransi
lain yang tidak jelas status hukumnya. Di Indonesia terdapat dua asuransi,
yaitu asuransi sosial dan takaful. Asuransi sosial adalah asuransi pemerintah
yang merupakan tuntunan UU 1945, khususnya pasal kesejahteraan sosial. Asuransi
takaful merupakan lembaga asuransi yang berbasis Islam. Pembahasan kedua modal
asuransi (sosial dan takaful) dirasa lebih cocok dan diterima oleh masyarakat
Islam di Indonesia.Asuransi sosial memiliki kekhususan tersendiri, diantaranya:
1) Penyelenggara
pertanggungan (asuransi) adalah pemerintah.
2) Sifat
hukum pertanggungan itu adalah wajib bagi seluruh anggota masyarakat atau
sebagai anggota tertentu masyarakat. Misalnya, bagi para penumpang kendaraan,
baik laut, darat maupun udara.
3) Penentuan
penggantian kerugian diatur oleh pemerintah dengan peraturan khusus yang dibuat
untuk itu.
4) Tujuan
asuransi memberikan suatu jaminan sosial (social security), bukan untuk
mencari keuntungan.
Secara
operasional, asuransi yang sesuai dengan syariah memiliki sistem yang
mengandung hal-hal sebagai berikut:
a) Mempunyai
akad takafuli (tolong-menolong) untuk memberikan santunan atau perlindungan
atas musibah yang akan datang.
b) Dana
yang terkumpul menjadi amanah pengelola dana. Dana tersebut diinvestasikan
sesuai dengan instrumen syariah seperti mudarabah, wakalah, wad’ah, dan
murabahah.
c) Premi
memiliki unsur tabaruq atau mortalita (harapan hidup).
d) Pembebanan
biaya operasional ditanggung pemegang polis, terbatas pada kisaran 30% dari
premi sehingga pembentukan pada nilai tunai cepat terbentuk di tahun pertama
yang memiliki nilai 70% dari premi.
e) Dari
rekening tabarru’ (dana kebijakan seluruh peserta) sejak awal sudah diikhlaskan
oleh peserta untuk keperluan tolong-menolong bila terjadi musibah.
f) Mekanisme
pertanggungan pada asuransi syariah adalah sharing of risk di mana
apabila terjadi musibah, maka semua peserta ikut saling menanggung dan
membantu.
g) Keuntungan
(profit) dibagi antara perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi
hasil (mudarabah), atau dalam akad tabarru’ dapat berbentuk dengan memberikan
hadiah kepada peserta dan upah (fee) kepada pengelola.
h) Mempunyai
misi aqidah, sosial serta mengangkat perekonomian umat Islam atau misi
istiqadi.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mayoritas ulama (jumhur) sepakat bahwa praktik
bunga yang ada di perbankan konvensional adalah sama dengan riba dan karena itu
haram. Walaupun ada sejumlah layanan perbankan yang tidak mengandung unsur
bunga dan karena itu halal. Namun demikian, ada sejumlah ulama yang menganggap
bahwa bunga bank bukanlah riba dan karena itu halal hukumnya.
Bagi seorang muslim yang taat dan berada dalam kondisi yang ideal dan berada dalam posisi yang dapat memilih, tentunya akan lebih baik kalau berusaha menjauhi praktik bank konvensional yang diharamkan. Namun, apabila terpaksa, Anda dapat memanfaatkan segala layanan bank konvensional karena ada sebagian ulama yang menghalalkannya.
Bagi seorang muslim yang taat dan berada dalam kondisi yang ideal dan berada dalam posisi yang dapat memilih, tentunya akan lebih baik kalau berusaha menjauhi praktik bank konvensional yang diharamkan. Namun, apabila terpaksa, Anda dapat memanfaatkan segala layanan bank konvensional karena ada sebagian ulama yang menghalalkannya.
B. Saran
Dalam menjalankan
kegiatan pondok ramadhan sangatlah banyak hal yang diperoleh oleh siswa. Dan
berikut ini beberapa saran sebagai langkah perbaikan :
1. Persiapan kualitas kegiatan pondok Ramadhan
supaya lebih di tingkatkan.
2. Untuk suksesnya pelaksanaan/kegiatan pondok
ramadhan, kami menyarankan kepada teman/adik kelas supaya bersungguh-sungguh
dalam menjalankan kegiatan tersebut dan dapat menerapkan ilmu yang di terima di
sekolah.
RANGKUMAN
MAKALAH
RIBA,
BANK, DAN ASURANSI
Kelompok XV
Riba
adalah salah satu usaha mencari rizeki dengan cara yang tidak benar dan dibenci
Allah swt. Praktik riba lebih mengutamakan keuntungan diri sendiri dengan
mengorbankan orang lain. Riba akan menyulitkan hidup manusia, terutama mereka
yang memerlukan pertolongan, menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin besar
antara yang kaya dan miskin, serta dapat mengurangi rasa kemanusiaan untuk rela
membantu. Oleh karena itu Islam mengharamkan riba.
Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, umat islam hampir tidak bisa
menghindari dari bermuamalah dengan bank konvensional yang memakai sistem bunga
dalam segala aspek kehidupannya termasuk kehidupan agamanya. Misalnya ibadah
haji di Indonesia.
Karena untuk
kepentingan umum atau manfaat sosial yang sangat berarti bagi umat, maka
berdasarkan kaidah usul (maslahah mursalah), bank masih tetap digunakan dan
dibolehkan. Namun ketentuan ini hanya untuk bank pemerintah (nonswasta), dan
tidak berlaku untuk bank swasta dengan alasan tingkat kerugian pada bank swasta
sangat tinggi dibanding dengan bank pemerintah.
Asuransi pada
umumnya adalah suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada
pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti
kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari satu
peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Ketentuan
mengenai asuransi masuk dalam kategori objek ijtihad karena ketidakjelasan
ketentuan hukumnya. Hal ini terjadi karena memang ketentuan mengenai asuransi,
baik di dalam al-qur’an maupun hadits Nabi saw termasuk para ulama tidak banyak
yang membicarakannya. Dari berbagai keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
asuransi dibolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat Islam. Artinya,
hendaknya berdasarkan asas gotong royong (ta’awun) dan perjanjian-perjanjian
yang dibuat benar-benar bersifat tolong-menolong, bukan untuk mencari laba atau
keuntungan dengan jalan yang tidak benar.
DAFTAR
PUSTAKA
ü Zuhdi, Prof. Drs H. Masjfuk. MASAIL FIQHIYAH, PT Toko Gunung Agung,
Jakarta: 1997, Hal.102.
ü Rokhman, M.Ag Roli Abdul. Fiqih 2 MA. Jawa Timur: PT Wahana
Dinamika. 1999
ü Sjahdeini, Sutan Remy. Perbankan Islam. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.1999
ü http://www.hadielislam.com/arabic/index.php?pg=fatawa%2Ffatwa&i
Rausyd=470)
RANGKUMAN MAKALAH
RIBA, BANK, DAN ASURANSI
Kelompok XV
Riba adalah
salah satu usaha mencari rizeki dengan cara yang tidak benar dan dibenci Allah
swt. Praktik riba lebih mengutamakan keuntungan diri sendiri dengan
mengorbankan orang lain. Riba akan menyulitkan hidup manusia, terutama mereka
yang memerlukan pertolongan, menimbulkan kesenjangan sosial yang semakin besar
antara yang kaya dan miskin, serta dapat mengurangi rasa kemanusiaan untuk rela
membantu. Oleh karena itu Islam mengharamkan riba.
Bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, umat islam hampir tidak
bisa menghindari dari bermuamalah dengan bank konvensional yang memakai sistem
bunga dalam segala aspek kehidupannya termasuk kehidupan agamanya. Misalnya
ibadah haji di Indonesia.
Asuransi pada umumnya adalah suatu persetujuan dimana
pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin untuk menerima sejumlah
uang premi sebagai pengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang
dijamin karena akibat dari satu peristiwa yang belum jelas akan terjadi.
Ketentuan mengenai asuransi masuk dalam kategori
objek ijtihad karena ketidakjelasan ketentuan hukumnya. Hal ini terjadi karena
memang ketentuan mengenai asuransi, baik di dalam al-qur’an maupun hadits Nabi
saw termasuk para ulama tidak banyak yang membicarakannya. Dari berbagai
keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa asuransi dibolehkan selama tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Artinya, hendaknya berdasarkan asas gotong
royong (ta’awun) dan perjanjian-perjanjian yang dibuat benar-benar bersifat
tolong-menolong, bukan untuk mencari laba atau keuntungan dengan jalan yang tidak
benar.
Posting Komentar
Salam kenal, jangan lupa tinggalkan komentar kalian ya, supaya bisa berkunjung balik. Hhee. ^_^